BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kebutuhan akan
energi listrik terus meningkat dan sumber cadangan minyak bumi, gas, batu bara
sebagai bahan bakar pembangkit energi listrik semakin menurun. Hampir semua
sektor masyarakat menggunakan energi listrik maupun sumber-sumber energi
tersebut. Konsumsi yang berlebihan dan ketergantungan pada salah satu sumber
energi seperti pemakaian sumber bahan bakar minyak bumi sangat besar sekali,
sementara itu untuk membentuk sumber energi minyak bumi, gas membutuhkan waktu
ratusan juta tahun. Bila
ditinjau dari sumber pengadaan energi saat ini. Sumber energi dunia masih
sangat bergantung pada energi fosil, yang tidak dapat diperbarui lagi dengan
jumlah sangat terbatas dan semakin lama semakin menipis serta pada suatu saat
akan habis. Menurut Christ Lewis dalam bukunya yang berjudul Biological Fuels memperkirakan
bahwa gas alam akan habis pada tahun 2047, minyak bumi pada tahun 2080, dan
batu bara pada tahun 2180. Hal ini disebabkan karena energi fosil
dieksplorasi secara besar-besaran dan tidak sebanding dengan waktu
pembentukan energi fosil tersebut.
Semakin menurunnya cadangan sumber bahan bakar minyak
bumi, gas, dan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik serta konsumsi
yang terus meningkat membuat para ahli memikirkan mencari sumber-sumber energi
alternatif dan menggali serta menciptakan teknologi baru yang dapat
menggantikan minyak bumi, gas, batu bara dan lainnya sebagai bahan bakar
pembangkit listrik.
Pemanfaatan
energi matahari sebagai sumber energi alternatif pembangkit energi listrik
merupakan terobosan yang sangat luar biasa. Selain karena matahari adalah sumber energi yang sangat besar,
pemanfaatan energi matahari tidak memberi dampak negatif terhadap lingkungan.
Alat ini dinamakan solar cell berupa alat semikonduktor penghantar aliran
listrik yang dapat menyerap energi panas matahari untuk menyuplai energi
listrik. Pengelolaan sumber daya energi secara tepat kiranya akan dapat memberi
kesejahteraan bagi masyarakat umum. Dengan letak indonesia yang merupakan salah satu negara yang beriklim
tropis karena terletak dikawasan khatulistiwa, dan setiap tahunnya mendapat
intensitas cahaya matahari lebih banyak dari pada di daerah selain daerah
tropis maka wilayah indonesia akan selalu di sinari matahari 10-12 jam dalam
sehari. Untuk
kawasan kepulauan yang tidak terdapat sungai-sungai besar sebagai sumber energi
listrik, pembangkit tenaga surya merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi
kebutuhan energi listrik bagi kebutuhan penduduknya. Dengan adanya fakta
tersebut maka upaya-upaya pencarian sumber energi alternatif semakin banyak
dilakukan. Dalam upaya pencarian sumber energi alternatif baru sebaiknya
memenuhi syarat yaitu menghasilkan jumlah energi yang cukup besar, biaya ekonomis
dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pencarian
diarahkan pada pemanfaatan energi matahari. Untuk dapat memanfaatkan energi
radiasi matahari dalam menghasilkan energi listrik, digunakan suatu perangkat
yang dapat mengumpulkan energi radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi
dan mengubahnya menjadi energi listrik. Perangkat ini disebut solar cell.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapa
besar kuat arus yang dihasilkan dari solar cell?
2. Bagaimana
perbandingan kuat arus listrik yang menggunakan lensa konvergen, lensa divergen?
3. Berapa
tegangan maksimum yang dihasilkan dari solar cell?
4.
1.3 Batasan
Masalah
Karena luasnya masalah dalam eksperimen ini maka penelitian
dibatasi oleh jarak lensa: 2 cm, 4 cm, dan 6 cm. Sedangkan dalam
pembahasannya hanya mambahas perbandingan besar kuat arus listrik yang
dihasilkan dari solar cell dengan tegangan maksimum 1 Volt ketika solar cell
menggunakan pemfokus lensa konvergen, lensa divergen, dan tanpa lensa.
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari eksperimen
ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
besar kuat arus dari solar cell.
2.
Membandingkan
kuat arus listrik yang menggunakan lensa konvergen, lensa divergen, dan tanpa
lensa?
3.
Mengetahui
tegangan maksimum yang dihasilkan dari solar cell.
1.5
Manfaat Eksperimen
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai sumber energi alternatif pembangkit listrik tenaga
surya serta dalam pemakaiannya bisa hemat karena tidak memerlukan bahan bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sel Surya
Sel surya atau
fotovoltaik dapat berupa alat semikonduktor penghantar aliran listrik yang
dapat secara langsung mengubah energi surya menjadi bentuk tenaga listrik
secara efisien. Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839,
dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai
elektroda pada larutan elektrolit. Alat ini digunakan secara individual sebagai
alat pendeteksi cahaya pada kamera maupun digabung seri maupun paralel untuk
memperoleh suatu harga tegangan listrik yang dikehendaki sebagai pusat
penghasil tenaga listrik. Bahan dasar silicon. Bahan ini terbuat dari silikon berkristal
tunggal. Bahan ini sampai saat ini masih menduduki tampat paling atas dari
urutan biaya pembuatan bila dibandingkan energi listrik yang diproduksi oleh
pesawat konvensional.
2.2 Sejarah Sel Surya
Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah
memanfaatkan efek photovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung
cahaya matahari menjadi energi listrik. Prinsip ini pertama kali ditemukan oleh
Becquerel, seorang ahli fisika berkebangsaan Perancis tahun 1839 yang saat itu
teorinya belum begitu berkembang. Pada tahun-tahun berikutnnya beberapa
penelitian tentang photovoltaik ini berkembang terus, terutama sejak penemuan
transistor pertama tahun 1947 yang menganggap prinsip pembuatan transistor
mirip dengan sel surya. Pada tahun 1954, sel surya sudah mencapai efisiensi
sampai 8%. Pertama kali pengguanaan sel surya diperuntukkan bagi
satelit-satelit ruang angkasa, dengan keuntungan ringan, dapat diandalkan tahan
lama dan energi matahari di angkasa lebih besar dari bumi. Setelah terjadinya
krisis energi pada tahun 1973, maka pemanfaatan sel surya bagi masyarakat umum
terbuka (Kusnandar, 2009).
2.3 Teori Dasar Semikonduktor
Energi radiasi
matahari dapat diubah menjadi arus listrik searah dengan menggunakan
lapisan-lapisan tipis silikon (Si) murni atau bahan semikonduktor lainnya.
Untuk pemakaian sebagai semikonduktor, sislikon harus dimurnikan hingga kurang
dari satu atom pengotoran per 1010 atom silicon. Bentuk kristalisasi demikian
akan terjadi bilamana silikon cair menjadi padat disebabkan karena tiap atom
mempunyai elektron valensi, demikian terjadinya suatu bentuk kristal dimana
tiap atom silikon yang bertegangan saling memiliki salah satu elektron
valensinya. Semikonduktor adalah suatu
bahan yang dapat berfungsi sebagai konduktor dan juga dapat bersifat sebagai
isolator tergantung tempat dan kondisi bahan tersebut. Semikonduktor terdiri
dari dua macam yaitu semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ektrinsik.
Semikonduktor ini terdiri atas dua jenis tipe, yaitu tipe P dan tipe N.
Pada kristal
silikon murni tidak terdapat elektron bebas, sehingga merupakan konduktor
listrik yang buruk. Untuk melepaskan elektron dari ikatannya diperlukan energi
yang besar. Untuk membentuk semikonduktor tipe P, maka semikonduktor dengan
valensi 4 ditambahkan dengan bahan bervalensi 3, biasanya dikenal dengan bahan
ketidakmurnian. Jenis bahan seperti ini antara lain boroen, aluminium, kalsium,
indium. Penambahan bahan ketidakmurnian ini akan menjadikan berkurang satu buah
dalam ikatan sehingga berbentuk hole/lubang.
Lubang ini dapat berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain di dalam kristal. Yang terjadi selamanya adalah bahwa
elektron-elektron kristal mengisi lubang yang kosong sehingga timbul lubang
yang baru. Lubang tersebut berpindah disebabkan karena ada elektron yang mengisinya,
maka setiap lubang akan memiliki muatan posistif yang sama dan berlawanan
dengan muatan negatif dari elektron. Demikian juga untuk membentuk
semikonduktor silikon tipe N, yaitu ditambah bahan yang bervalensi 5 yang biasa
digunakan antara lain fosfor disebut semikonduktor silikon tipe N. Junction
Semikonduktor Gabungan antara
semikonduktor tipe P dan tipe N menyebabkan perbedaan potensial yang disebut
dengan tegangan penghalang dan batas antara kedua sambungan itu disebut junction.
Pada tahun 1954 peneliti di Bell
Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n
junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, sel surya silikon mendominasi pasar
sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab dan komersil
berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%. Solar cell atau sel photovoltaic, adalah sebuah alat semikonduktor yang
terdiri dari sebagian
besar dioda p-n junction dan dengan adanya cahaya matahari mampu menciptakan energi listrik. Perubahan
ini disebut efek photovoltaic. Bidang riset berhubungan dengan sel surya dikenal sebagai
photovoltaics (Patel, 2006: 143). Berdasarkan jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusunnya, solar cell
dapat dibedakan menjadi 3
jenis, yaitu (Patel, 2006: 153):
1. Monokristal (Mono-crystalline)
Monokristal merupakan panel yang paling
efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik
persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang
memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan
dengan kondisi alam yang sangat ganas. Memiliki efisiensi sampai dengan 14 -
18%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat
yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun
drastis dalam cuaca berawan.
2.
Polikristal (Poly-crystalline)
Polikristal merupakan panel surya yang
memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe
ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis
monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Panel suraya jenis ini
memiliki efisiensi lebih rendah dibandingkan tipe monokristal, sehingga
memiliki harga yang cenderung lebih rendah (Patel, 2006: 153).
3. Amorphous
"Amorf" mengacu pada objek memiliki
bentuk yang pasti dan tidak ada didefinisikan sebagai bahan non-kristal. Tidak
seperti silikon kristal, di mana susunan atom yang teratur, fitur silikon amorf
pengaturan atomnya tidak teratur seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah
ini. Sehingga, aktivitas timbal balik antara foton dan atom silikon lebih
sering terjadi pada silikon amorf dibandingkan kristal silikon, memungkinkan
lebih banyak cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian, sebuah film silikon
amorf yang sangat tipis yang kurang dari 1μm dapat diproduksi dan digunakan untuk
pembangkit listrik. Selain itu, dengan memanfaatkan logam atau plastik untuk
substrat, sel surya fleksibel juga dapat diproduksi. Solar cell jenis amorphous
adalah solar cell yang dibentuk dengan mendoping material silikon di belakang
lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon
yang membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Solar cell jenis
ini biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan
keperakan pada sisi konduktifnya. Pada solar cell jenis ini terdapat
garis-garis tipis pararel di permukaannya, garis-garis ini merupakan lapisan n
dan p dari substrat silikon dan menjadi batas-batas individu solar cell dalam
panel. Solar cell jenis ini biasanya tanpa titik hook-up atau kabel yang jelas,
sehingga dapat membingungkan untuk menggunakannya (Pagliaro, 2008: 62).
Sel surya konvensional, misalnya p-n ,
memiliki energi gap (Eg), ketika sel terkena spektrum matahari, sebuah foton
dengan energi kurang dari Eg, tidak akan membuat kontribusi terhadap out put
sel (mengabaikan Fonon yang membantu penyerapan). Sedangkan sebuah foton dengan
energi lebih besar dari Eg, akan memberikan kontribusi sebesar energi Eg ke out
put sel, dan energi yang terlalu besar dari pada Eg akan terbuang menjadi
panas. Untuk memperoleh efisiensi konversi yang ideal, harus dipertimbangkan
besarnya energi.
2.4 Prinsip Kerja Sel Surya
Prinsip
kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction.
Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang membentuk p-n
junction, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat mengalirnya
arus dari lapisan tipe-n (elektron dan tipe-p (hole). Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping
silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron
valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat
dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu
dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut mengalami kontak maka
kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p. Sehingga area doping-n
akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan
elektrik yang terjadi pada keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan
hole ke daerah-p. Pada proses ini telah terbentuk p-n junction. Dengan
menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda. Ketika junction disinari, photon yang mempunyai
energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan
menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan
meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hold ini dapat bergerak dalam
material sehingga manghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan
hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke
area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir.
Baterai adalah alat yang menyimpan daya yang dihasilkan oleh panel surya
yang tidak segera digunakan oleh beban. Daya yang disimpan dapat digunakan saat
periode radiasi matahari rendah atau pada malam hari. Komponen baterai
kadang-kadang dinamakan akumulator (accumulator). Baterai menyimpan listrik
dalam bentuk daya kimia. Baterai yang paling biasa digunakan dalam aplikasi
surya adalah baterai yang bebas pemeliharaan bertimbal asam (maintenance-free
lead-acid batteries), yang juga dinamakan baterai recombinant atau VRLA (klep
pengatur asam timbal atau valve regulated lead acid).
Baterai memenuhi dua tujuan penting dalam sistem
fotovoltaik, yaitu untuk memberikan daya listrik kepada sistem ketika daya
tidak disediakan oleh array panel-panel surya, dan untuk menyimpan kelebihan
daya yang ditimbulkan oleh panel-panel setiap kali daya itu melebihi beban.
Baterai tersebut mengalami proses siklis menyimpan dan mengeluarkan, tergantung
pada ada atau tidak adanya sinar matahari. Selama waktu adanya matahari, array
panel menghasilkan daya listrik. Daya yang tidak digunakan dengan segera
dipergunakan untuk mengisi baterai. Selama waktu tidak adanya matahari,
permintaan daya listrik disediakan oleh baterai, yang oleh karena itu akan
mengeluarkannya (Zuhal, 1988).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Waktu
dan Tempat
Eksperimen
ini dilakukan pada
bulan juni 2013 selama 1 (satu) hari di halaman Biotek
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak agar mendapatkan cahaya
dari sinar matahari secara langsung.
3.2
Alat
dan Bahan
1.
solar sel
2.
kabel
3.
penggaris
4.
lensa konvergen dan
lensa divergen
5.
multimeter
6.
voltmeter
7.
alat tulis
3.3
Prosedur kerja
Penelitian
ini dilakukan di luar ruangan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Di rangkai alat dan di
pasang semua alat ukur seperti
multimeter yang digunakan untuk mengukur arus listrik dan voltmeter untuk mengukur voltase
(tegangan).
2. Di
ambil data voltase dan arus listrik dengan variasi
waktu dari pukul 11.00 sampai pukul 14.00 dengan selang
waktu 1 (satu) jam dan jarak
lensa dengan solar cell yaitu 2 cm, 4 cm, dan 6 cm.
3. Dicatat
data arus listrik dan voltase solar cell saat tanpa lensa.
4. Dicatat
data arus listrik dan voltase solar cell saat difokuskan dengan lensa konvergen
ketika jarak 2 cm, 4 cm, dan 6 cm.
5. Dicatat data arus listrik dan voltase solar
cell saat difokuskan dengan lensa Divergen ketika jarak 2 cm, 4 cm, dan 6 cm.
6. Dilakukan
secara berurutan.
3.4 Bagan Alir
|
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatatan
4.1.1
Tabel pengamatan voltase dan arus listrik solar cell menggunakan lensa
konvergen, lensa divergen, dan tanpa lensa pada pukul 11.00
Lensa
|
Jarak (cm)
|
Voltase (volt)
|
Arus (mA)
|
Jarak rata-rata (cm)
|
Tanpa lensa
|
-
|
1
|
4,5
|
4,5
|
Konvergen
|
2
4
6
|
1
1
1
|
4
3,1
4,2
|
3,8
|
Divergen
|
2
4
6
|
1
1
1
|
3,9
4,1
4,2
|
4,1
|
4.1.2
Tabel pengamatan voltase dan arus listrik solar cell menggunakan lensa
konvergen, lensa divergen, dan tanpa lensa pada pukul 12.00
Lensa
|
Jarak (cm)
|
Voltase (volt)
|
Arus (mA)
|
Jarak rata-rata (cm)
|
Tanpa lensa
|
-
|
1
|
4,4
|
4,4
|
Konvergen
|
2
4
6
|
1
1
1
|
3,4
4
4,1
|
4
|
Divergen
|
2
4
6
|
1
1
1
|
3,9
3,8
3,7
|
3,8
|
4.1.3 Tabel pengamatan voltase dan arus listrik
solar cell menggunakan lensa konvergen, lensa divergen, dan tanpa lensa pada
pukul 13.00
Lensa
|
Jarak (cm)
|
Voltase (volt)
|
Arus (mA)
|
Jarak rata-rata (cm)
|
Tanpa lensa
|
-
|
1
|
4,3
|
4,3
|
Konvergen
|
2
4
6
|
1
1
1
|
3,9
4
4,2
|
4
|
Divergen
|
2
4
6
|
|
4
4
4
|
4
|
4.1.4
Tabel pengamatan voltase dan arus listrik solar cell menggunakan lensa
konvergen, lensa divergen, dan tanpa lensa pada pukul 14.00
Lensa
|
Jarak (cm)
|
Voltase (volt)
|
Arus (mA)
|
Jarak rata-rata (cm)
|
Tanpa lensa
|
-
|
1
|
4,4
|
4,4
|
Konvergen
|
|
1
1
1
|
3,7
4
4,1
|
3,9
|
Divergen
|
|
1
1
1
|
3,8
3,9
4,1
|
3,9
|
4.2 Pembahasan
Tabel pengamatan 4.1.1 menunjukkan
voltase dan arus listrik solar cell menggunakan lensa konvergen, lensa
divergen, dan tanpa lensa pada pukul 11.00 dengan nilai arus listrik terbesar
ketika solar cell tanpa lensa yaitu 4,4 mA. Sedangkan ketika solar cell di fokuskan dengan menggunakan lensa konvergen,
nilai arus listrik yang dihasilkannya lebih tinggi dibandingkan lensa divergen.
Nilai kuat arus yang hasilkan dengan lensa konvergen tertinggi yaitu 4,2 mA
pada jarak 6 cm, sedangkan lensa divergen yaitu 4,2 mA pada jarak 6 cm.
Pada tabel pengamatan 4.1.2
menunjukkan voltase dan arus listrik solar cell menggunakan lensa konvergen,
lensa divergen, dan tanpa lensa pada pukul 12.00 dengan nilai arus listrik
terbesar ketika solar cell tanpa
menggunakan lensa sebagai pemfokus cahayanya yaitu 4,4 mA. Arus tertinggi juga
dimiliki oleh solar cell ketika pemfokusnya menggunakan lensa konvergen yaitu 4,1
mA pada jarak 6 cm, sedangkan saat menggunakan lensa divergen nilai kuat arus
terbesar yaitu 3,9 mA pada jarak 2 cm.
Tabel
pengamatan 4.1.3 menunjukkan voltase dan arus listrik solar cell menggunakan
lensa konvergen, lensa divergen, dan tanpa lensa pada pukul 13.00 dengan nilai arus listrik terbesar ketika solar cell
tanpa menggunakan lensa yaitu 4,3 mA. Pada saat pemfokusnya lensa konvergen
nilai arus tertingginya yaitu 4,2 cm ketika jarak 6 cm, sedangkan saat
pemfokusnya lensa divergen nilai arus listriknya adalah 4 mA pada jarak 2 cm, 4
cm, dan 6 cm.
Tabel pengamatan 4.1.4 menunjukkan
voltase dan arus listrik solar cell menggunakan lensa konvergen, lensa
divergen, dan tanpa lensa pada pukul 14.00 dengan nilai arus listrik terbesar
ketika solar cell tanpa menggunakan lensa yaitu 4,4 mA. Pada saat pemfokusnya
lensa konvergen nilai arus tertingginya yaitu 4,1 mA cm ketika jarak 6 cm,
sedangkan saat pemfokusnya lensa divergen nilai arus listriknya adalah 4,1 mA pada jarak 6 cm.
Dari ke empat tabel pengamatan di
atas, arus listrik terbesar ditunjukkan ketika solar cell langsung di sinari
oleh cahaya matahari tanpa lensa. Sebab permukaan
sel surya terkena paparan sinar matahari secara langsung dan merata. Sedangkan
yang diberikan lensa, cahaya yang
masuk hanya melalui lensa konvergen dan divergen. Dengan demikian berarti perbandingan dari
solar cell yang menggunakan lensa konvergen dan lensa divergen yaitu, semakin
jauh jarak lensa dari solar cell ketika menggunakan lensa konvergen, maka arus
listrik yang dihasilkan akan semakin besar dan jika pemfokusnya lensa divergen,
nilai arus listriknya akan semakin kecil. Jadi lensa konvergen dan lensa
divergen memiliki perbandingan yang terbalik sesuai dengan fungsinya yaitu
menyebarkan cahaya (divergen) dan mengumpulkan cahaya (konvergen).
Voltase dan arus menurun seiring berkurangnya
intensitas cahaya yang mengenai permukaan solar cell. Nilai voltase cenderung
konstan karena cahaya matahari yang masuk ke solar cell setiap jamnya akan
berkurang. Hal ini dikarenakan permukaan solar cell tidak sepenuhnya
mendapatkan cahaya. Data - data diatas merupakan data nilai kuat arus listrik
dan voltase dari solar cell, berdasarkan data di atas, nilai arus listrik berubah – ubah, hal ini dikarenakan keadaan di
luar laboratorium sulit dikendalikan karena banyak faktor yang mempengaruhi
intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari membawa
paket-paket energi sebagaimana dijelaskan dalam teori kuantum yang dicetuskan
oleh Planck, prinsip dari solar cell adalah efek photovoltaik, prinsip ini
mirip seperti efek fotolistrik, persamaan prinsip ini adalah elektron akan berpindah
apabila menyerap energi dalam tingkat-tingkat tertentu. Pada efek photovoltaik,
elektron akan berpindah dari pita valensi ke pita konduktif sehingga
menghasilkan arus listrik. Berdasarkan teori, banyaknya elektron yang berpindah
bergantung pada intensitas cahaya yang diserapnya, sedangkan besarnya energi
dari setiap elektron yang lepas ini bergantung pada frekuensi cahaya yang
diserap oleh elektron. Pada penelitian ini digunakan lensa konvergen yang
berfungsi meningkatkan intensitas cahaya, besarnya arus listrik dipengaruhi
oleh cahaya matahari pada waktu-waktu tertentu dan keadaan cuaca, pemberian
lensa ini akan meningkatkan energi yang diterima setiap elektron juga akan
meningkat, karena energi juga dipengaruhi oleh daya, semakin besar energi yang
diserap elektron maka semakin besar pula voltase yang dihasilkan. Voltase
merupakan perbandingan antara jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan muatan
dari suatu titik ke titik lain dengan besarnya muatan yang dipindahkan. Jadi
peningkatan daya dengan memberikan lensa konvergen dapat meningkatkan energi
yang diterima setiap elektron, dan elektron yang berpindah ini akan menyebabkan
timbulnya arus listrik dan beda potensial.
Hal
ini menunjukkan bahwa elektron pada solar cell memiliki batas ambang, sehingga
walaupun intensitasnya diperbesar, voltasenya tidak akan melebihi batas ambangnya.
Elektron pada solar cell hanya menyerap foton pada tingkat-tingkat energi tertentu,
sedangkan besarnya voltase akan mempengaruhi arus listrik, namun pada kondisi tertentu
nilai arusnya akan konstan dan tidak bergantung pada besarnya beda potensial atau
voltase. Perbedaan nilai arus listrik pada solar cell jenis dipengaruhi oleh jenis ikatan dari molekul –
molekul pembentuknya, perbedaan jenis ikatan ini mempengaruhi struktur yang dibentuk
oleh molekul – molekul solar cell. Pada solar cell biasanya struktur molekulnya lebih rapi, tertata, dan
kadang-kadang ada yang letaknya tidak teratur. Arus listrik timbul akibat
muatan yang bergerak, apabila muatan yang bergerak tersebut membawa energi yang
besar, maka untuk waktu yang sama, daya yang dihasilkan juga besar, jika voltase
konstan maka besarnya akan bergeser ke arah arus listriknya, besarnya energi
ini bergantung pada rintangan yang dilaluinya. Untuk struktur kristal yang
teratur dan rapi, maka elektron tidak akan banyak kehilangan energi, berbeda
dengan struktur yang strukturnya tidak
teratur, elektron akan lebih banyak kehilangan energi dan arus listriknya akan
lebih kecil dari pada struktur kristal.
4.3 Hal Baru yang
Ditemukan
Pada
eksperimen yang berjudul “Optimalisasi Tegangan Keluaran Solar Cell Dengan
Variasi Jarak Menggunakan Lensa Pemfokus Cahaya Matahari”, hal baru yang
ditemukan yaitu menggunakan lensa divergen pada jarak 2 cm, 4 cm, dan 6 cm.
Selain itu waktu pengambilan data pada masing-masing solar cell berselang
selama 1 (satu) jam serta menghasilkan tegangan yang konstan sebesar 1 Volt
terhitung dari pukul 11.00 sampai pukul 14.00.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil
eksperimen yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai
kuat arus terbesar yaitu 4,5 mA pada pukul 11.00 tanpa menggunakan lensa.
Sedangkan kuat arus terbesar saat menggunakan lensa konvergen yaitu 4,2 mA pada
jarak 6 cm dan 4,2 mA pada jarak 6 cm.
2. Tegangan
maksimum yang dihasilkan adalah 1 Volt.
3. Voltase dan kuat arus listrik menurun seiring
berkurangnya intensitas cahaya yang mengenai permukaan solar cell.
4. Semakin
jauh jarak pemfokus lensa konvergen dari solar cell maka kuat arus listrik yang
dihasilkan akan semakin besar. Sebaliknya, semakin jauh jarak pemfokus lensa
divergen dari solar cell maka kuat arus listrik yang dihasilkan akan semakin
kecil.
5.2 Saran
Diharapkan
dalam eksperimen ini, faktor cuaca dan fasilitas alat sangat penting. Jadi
eksperimen ini sangat bergantung pada cuaca,
jika cuaca cerah maka hasil yang akan di dapat juga akan
maksimal. Tapi jika mendung ataupun hujan maka hasil yang didapat juga tidak
akan maksimal.
Dalam penentuan parameter adanya energi juga penting. Dengan parameter inilah kita akan
membuktikan ada tidaknya energi yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto. 2007. Energi Masalah dan Pemanfaatannya
Bagi Kehidupan Manusia.
Yogyakarta:
Pustaka Widyatama.
Kusnandar. 2009. Rancang Bangun Sistem Penurun Tegangan (Step
Down Conventer) Dengan Solar Cell Sebagai Sumber Berbasis Mikrikontroller
Atmega 8535. Depok: Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Indonesia.
Pagliaro,
Mario. 2008. Flexible Solar Cells. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH &
Co.
KGaA.
Patel. Mukund R. 2006. Wind and Solar Power
Systems Design, Analysis, and Operation. USA: Taylor & Francis Group, LLC.
Sze, S.M. 1981. Physics of Semiconductor Devices
Second Edition. Canada: John Wiley & Son, Inc.
Zuhal.
1988. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan
Elektronika Daya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lampiran 1