Another Templates

Ahlan wa sahlan.... selamat datang di jendela motivasi dan inspirasi semoga bermanfaat

Senin, 31 Oktober 2011

Artikelnya Ust Anis Matta

Aku cinta kamu!

Berapa kali Anda mengucapkan kalimat itu kepada istri Anda dalam sehari? Saya jelas tidak bisa menebaknya. Tapi beberapa orang suami atau istri mungkin bertanya: perlukah kata itu diucapkan setiap hari? Apa yang mungkin ‘dilakukan’ kalimat itu, dalam hati seorang istri, bila itu diucapkan seorang suami, pada saat anak ketiganya menangis karena susunya habis? Ada juga anggapan seperti ini, kalimat itu hanya dibutuhkan oleh mereka yang romantis dan sedang jatuh cinta, dan itu biasanya ada sebelum atau pada awal-awal pernikahan. Setelah usia nikah memasuki tahun ketujuh, realita dan rutinitas serta perasaan bahwa kita sudah tua membuat kita tidak membutuhkannya lagi.

Saya juga hampir percaya bahwa romantika itu tidak akan akan bertahan di depan gelombang realitas atau bertahan untuk tetap berjalan bersama usia pernikahan. Tapi kemudian saya menemukan ada satu fitrah yang lekat kuat dalam din manusia bahwa sifat kekanak kanakan —dan tentu dengan segala kebutuhan psikologisnya—tidak akan pernah lenyap sama sekali dan kepribadian seseorang selama apapun usia memakan perasaannya. Kebutuhan anak-anak akan ungkapan ungkapan verbal yang sederhana dan lugas dan ekspresi rasa cinta itu sama-sama dibutuhkan dan tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa yang satu Iebih dibutuhkan dan yang lain.

Perasaan manusia selamanya fluktuatif. Demikian pula semua jenis emosi yang dianggap dalam perasaan kita. Kadar rasa cinta, benci, takut, senangdan semacamnya tidak akan pernah sama dari waktu ke waktu. Tetapi yang mungkin terasa sublim adalah bahwa fluktuasi perasaan itu sering tidak disadari dan tidak terungkap atau disadari tapi tidak terungkap.

Situasi ini kemudian mengantar kepada kenyataan lain. Bahwa setiap kita tidak akan pernah bisa mengetahui dengan pasti perasaan orang lain terhadap dirinya. kita mungkin bisa menangkap itu dan sorotan mata, gerak tubuh dan perlakuan umum, tapi detil perasaan itu tetap tidak tertangkap selama ia tidak diungkap seeara verbal.

Perlukah detail perasaan itu kita ketahui, kalau isyarat isyaratnya sudah terungkap? Mungkin ya mungkin tidak. Tapi yang pasti bahwa kita semua, dan waktu ke waktu, membutuhkan kepastian. Kepastian bahwa kita tidak salah memahami isyarat tersebut. Bukankah kepastian juga yang diminta Nabi Ibrahim ketika beliau ingin menghidupkan dan mematikan?

Dan suasana ketidakpastian itulah biasanya setan memasuki dunia hati kita. Karena salah satu misi besar setan, kata Ibnul Qoyyim al Jauziyyah adalah memisahkan orang yang saling mencintai “Dan mereka belajar dan keduanya sesuatu yang dengannya mereka dapat memisahkan seseorang dan pasangannya.” (QS.2:102)

Dari ‘bab’ inilah ungkapan verbal berupa kata menemukan maknanya. Bahkan sesungguhnya ada begitu banyak kekurangan dalam perbuatan yang beban psikologisnya dapat terkurangi dengan kata. Ketika Anda menolak seorang pengemis karena tidak memiliki sesuatu yang dapat Anda sedekahkan, itu tentu sakit bagi pengemis itu. Tapi Allah menyuruh kita ‘mengurangi’ beban sakit itu dengan kata yang baik. Bukankah “perkataan yang baik lebih baik dan sedekah yang disertai cacian?”

******

Selanjutnya, perhatikan riwayat berikut ini: Suatu ketika seorang sababat duduk bersama Rasulullah saw. Kemudian seorang sahabat yang lain berlalu di depan mereka. Sahabat yang duduk bersama Rasulullah saw. itu berkata kepada Rasulullah saw.

“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang itu.

“Sudahkah engkau menyatakan cintamu padanya?” tanya Rasulullah saw.

“Belum, ya Rasululllah.” kata sahabat itu.

“Pergilah menemui orang itu dan katakan bahwa karena kamu mencintainya,” kata Rasulullah saw

Jika kepada sesama sahabat,saudara atau ikhwah rasa cinta harus diungkapkan secara verbal, dapatkah kita membayangkan, seperti apakah verbalnya ungkapan rasa cinta yang semestinya kita berikan kepada istri kita? Apakah makhluk yang satu itu, yang mendampingi kita lebih banyak dalam saat-saat lelah dan susah dibanding saat-saat suka dan lapang, tidak lebih berhak untuk mendengarkan ungkapan rasa cinta itu?

Sekarang simak kisah Aisyah berikut ini:

Aisyah seringkali bermanja-manja kepada Rasulullah SAW. karena hanya dialah satu—satunya istri beliau yang perawan. Tapi, suatu waktu Aisyah masih bertanya juga kepada Rasulullah saw:

Jika engkau turun di suatu lembah lalu engkau lihat di situ ada rumput yang telah dimakan —oleh gembala lain— dan ada rumput yang belum dimakan, di rumput ,manakah gembalamu engkau suruh makan?”

Maka Rasulullah saw. menjawab,

Tentulah pada rumput yang belum dimakan (gembala lain). (HR. Bukhari).

Apakah Aisyah tidak tahu bahwa Rasulullah saw. sangat dan sangat mencintainya? Tentu saja tahu. Bahkan sangat tahu. Tapi mengapa ia masih harus bertanya dengan ‘metafor’ seperti di atas, dengan menonjolkan keperawanannya sebagai kelebihan yang membuatnya berbeda dan istri-istri Rasulullah saw. lainnya?

Apakah ia ragu? Saya tidak yakin kalau itu dirasakan Aisyah. Ia—dalam konteks hadits tadi— rasanya hanya menginginkan kepastian lebih banyak, peneguhan lebih banyak. Karena kepastian itu, karena peneguhan itu, memberinya nuansa jiwa yang lain; semacam rasa puas — dari waktu ke waktu— bahwa ‘lebih’ dan istri-istri Rasulullah saw yang lain, bahwa ia lebih istimewa.

Di tengah kesulitan ekonomi seperti sekarang, tidak banyak di antara kita yang sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara ideal. Dan dalam banyak hal kita mungkin perlu untuk lebih ‘tasamuh’ (Toleransi/lapang dada) dalam memandang hubungan ‘hak dan kewajiban’ yang sering kali menandai bentuk hubungan kita secara harfiah. Atau mungkin mengurangi efek psikologis yang ditumbuhkan oleh ketidakmampuan kita memenuhi semua kewajibandengan ‘kata yang baik.

Anda mungkin sering melihat betapa lelahnya istri Anda menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah. Mulai dari memasak, mencuci sampai menjaga dan merawat anak. Kerja berat itu sering kali tidak disertai dengan sarana teknologi yang mungkin dapat memudahkannya. Setan apakah yang telah meyakinkan kita begitu rupa bahwa rnakhluk mulia yang bernama istri saya atau istriAnda tidak butuh ungkapan “1 love,you” karena ia seorang ‘da’iyah’, karena ia seorang ‘mujahidah’ atau karena kita sudah sama-sama tahu, sama-sama paham, atau karena kita sudah sama-sama tua dan karenanya tidak cocok menggunakan cara ‘anak-anak muda’ menyatakan cinta? Setan apakah yang telah membuat kita begitu pelit untuk memberikan sesuatu yang manis walaupun itu hanya ungkapan kata? Setan apakah yang telah membuat kita begitu angkuh untuk mau merendah dan membuka rahasia hati kita yang sesungguhnya dan menyatakannya secara sederhana dan tanpa beban?

Tapi mungkin juga ada situasi begini. Anda mencintai istri Anda. Anda juga tidak terhambat oleh keangkuhan untuk menyatakannya berluang-ulang. Masalahnya hanya satu, Anda tidak biasa melakukan itu. Dan itu membuat Anda kaku.Jika Anda termasuk golongan mi, tulislah pula puisi S Djoko Damono ini dan berikanlah ia kepada istri Anda melalui putera atau puteri terakhir Anda.


Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


Dikutip dari Buku “Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga”
Oleh Muhammad Anis Matta (Direktur LPI Al Manar Jakarta)

Kamis, 27 Oktober 2011

Rukun Nikah

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Rukun secara bahasa adalah bagian pojok pada suatu bangunan yaitu bagian terkuat yang menyangga bangunan agar tetap kokoh,

Dan secara istilah adalah apa-apa yang jika sesuatu perbuatan dilaksanakan tidak dengannya akan batal. contohnya seperti rukun-rukun sholat adalah rukuk dan sujud, maka jika sholat dilaksanakan tanpa rukuk atau sujud maka sholat tersebut tidak sah atau batal.

Berikut adalah rukun-rukun nikah dan penjelasannya yang mana jika satu dari rukun-rukun ini tidak terlaksana maka nikah tersebut tidak sah atau batal :

1. Kedua mempelai yaitu calon suami dan calon istri.

2. Akad nikah yaitu ijab dan qobul atau serah terima dan penyataan dari calon suami wali calon istri. ijab adalah pernyataan dari wali mempelai perempuan atau yang mewakilinya, contoh lafadz ijab adalah saya nikahkan kamu dengan anakku, dan qobul adalah pernyataan yang keluar dari mempelai laki-laki, contoh lafadz qobul adalah saya terima nikahnya dengan mahar sekian dan sekian.

Apakah akad harus memakai bahasa arab?

Jawabannya adalah tidak harus, dan sah nikahnya bagi seseorang yang tidak pandai bahasa arab untuk memakai bahasanya sebagai lafadz akad. dan tidak disarankan bagi orang yang tidak bisa bahasa arab untuk melafadzkan lafadz akad menggunakan bahasa arab, karena percuma saja dia melafadzkan dengan lafadz yang tidak dia pahami maknanya. maka cukup memakai bahasanya sendiri dan sah nikahnya seperti contoh lafadz diatas dengan bahasa Indonesia. sedangkan orang yang pandai bahasa arab untuk menggunakan bahasa arab sebagai lafadz akad nikah.

Bagaimana jika lafadz qobul tidak langsung diucapkan setelah lafadz ijab?

Jika seorang wali mempelai perempuan mengatakan "saya nikahkan kamu dengan anakku" kemudian mempelai laki-laki tidak langsung mengucapkan "saya terima nikahnya" dan mengucapkannya beberapa menit setelah lafadz dari wali misalnya, maka hal itu sah dan diperbolehkan dengan syarat masih dalam satu majlis atau belum berpisah.

Tidak seperti yang banyak dipraktekan dinegara kita, mempelai laki-laki harus secara langsung mengucapkan "saya terima nikahnya" setelah wali mempelai perempuan atau yang mewakilinya mengucapkan "saya nikahkan kamu/saudara dengan anakku". dan jika tidak langsung diucapkan maka nikahnya belum sah. dan ini adalah anggapan yang salah. dan yang benar adalah tidak mengapa dan sah nikahnya walau lafadz qobulnya agak diakhirkan dengan syarat masih dalam satu majlin atau belum beranjak dari majlis akad tersebut dan nikahnya sah hukumnya.

wallahu a'lam.



Referensi :

1. Asy-Syarh Al-Mumti' 'ala Zaad Al-Mustaqni'. karya Syeikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin.

wanita menikah tanpa ijin wali

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Wanita Menikah Tanpa Ijin WaliFenomena nikah dibalik tangan atau nikah siri banyak terjadi khususnya dinegara kita, di Mesir, nikah tanpa sepengetahuan atau ijin dari wali dikenal dengan sebutan nikah 'Urfi, yaitu seorang wanita bisa mengangkat siapapun untuk menjadi wali baginya dan menikahkannya, tanpa sepengetahuan dari ayahnya yang dia adalah wali yang benar baginya.

Banyak alasan yang melatar belakangi terjadinya nikah seperti ini, diantaranya : dipaksa orang tua untuk menikah dengan seorang yang tidak dia sukai, atau karena bermula dari Pacaran yang tidak disetujui oleh keluarga wanita tersebut. dan masih banyak lagi alasan yang dijadikan dasar untuk melakukan nikah tanpa ijin dari wali.

- Menikah Tanpa Ijin Dari Wali Maka Nikahnya Batal.

Jika seorang wanita menikah tanpa seijin walinya yang sah, yaitu ayahnya jika masih hidup, atau saudara laki-laki sekandung jika telah baligh, atau saudara paling dekat dan yang paling dekat dari laki-laki, maka nikahnya wanita tersebut batal atau tidak sah, berdasarkan hadist Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ نَفْسَهَا بِدُونِ إذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

Artinya : "Seorang wanita manapun yang menikah tanpa ijin dari walinya maka nikahnya batal (tidak sah)." (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

- Seorang Wanita Menikahkan Dirinya atau Wanita lain.

Jika seorang wanita menikahkan dirinya sendiri atau orang lain walaupun dengan ijin dari wali, maka nikahnya tetap batal (tidak sah) karena wanita tidak dapat menjadi wali bagi yang lain. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

لَا تُزَوِّجُ اَلْمَرْأَةُ اَلْمَرْأَةَ, وَلَا تُزَوِّجُ اَلْمَرْأَةُ نَفْسَهَا

Artinya : "Tidaklah seorang wanita menikahkah wanita yang lain, dan juga tidak seorang wanita menikahkan dirinya sendiri." (HR Daruqhutni dan Ibnu Majah)

- Berlaku Bagi Wanita Perawan Dan Janda.

Menikah harus dengan wali yang sah adalah salah satu rukun nikah yang harus dipenuhi agar nikahnya sah (kecuali pendapat dalam madzhab Hanafi). baik perawan ataupun janda, menikah harus melalui wali walaupun wali tersebut mewakilkan kepada yang lain (seperti penghulu) maka tidak mengapa. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda berkaitan dengan adab menikahkan perawan dan janda :

لَا تُنْكَحُ اَلْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ, وَلَا تُنْكَحُ اَلْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ" قَالُوا : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , وَكَيْفَ إِذْنُهَا ? قَالَ : " أَنْ تَسْكُتَ

Artinya : "Tidaklah janda dinikahkan kecuali perintah darinya, dan tidaklah perawan dinikahkan kecuali mendapat ijin darinya. mereka berkata : wahai Rosulullah, bagaimana ijinnya (perawan)? beliau menjawab : "(ijinnya) ketika diam." (HR Bukhori dan Muslim)

Jelas dalam hadist diatas, bahwa wanita janda tidak boleh dinikahkan kecuali perintah darinya, dan prosesi nikahnya wajib dengan wali. dan perawan tidak boleh dinikahkan kecuali mendapat ijin darinya, dan ijinnya adalah diamnya ketika ditanya.

Abu Tsaur dari Madzhab Syafi'i Berkata : Nikah haruslah dengan ridho dari wanita yang bersangkutan dan walinya, dan tidaklah seorang dari keduanya menikah atau menikahkan tanpa ijin dan ridho dari yang lain. dan ketika keduanya sama-sama ridho, maka berhak dilaksanakan prosesi akad nikah, karena wanita telah sempurna perbuatannya.

Jadi jelaslah nikah harus dengan seijin dari wali dan wanita yang bersangkutan, bukan kehendak satu pihak, karena seorang wanita telah dewasa dan berhak dimintai ijinnya untuk menikah.

# Rujukan
Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (edisi bahasa Arab), karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili.

tujuan dan harapan nikah

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Nikah Tujuan dan HarapanNikah adalah salah satu sunah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- dan para nabi sebelum beliau, disyariatkannya nikah tidak hanya untuk memperoleh keturunan atau mengumpulkan antara dua jenis insan yang berbeda. akan tetapi untuk banyak hal yang ditujukan untuk itu, diantara tujuan-tujuan itu adalah dalam firman Allah :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS Ar-Ruum : 21)

Ketika seseorang menikah, tujuan awalnya adalah untuk mencintai dan menyayangi, juga ingin dicintai dan disayangi. dan untuk menjadikan tenang jiwanya karena Allah menciptakan pada setiap makhluknya secara berpasang-pasangan dan jenisnya masing-masing, yaitu manusia diberikan pasangan dari jenis manusia pula, begitu pula hewan dan yang lainnya.

Setiap manusia yang normal pastilah membutuhkan seseorang yang mendampinginya dalam hidup, untuk saling berbagi, melengkapi dan tolong menolong. karena itu adalah fitrah yang telah Allah gariskan pada setiap anak Adam. Allah berfirman :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Artinya : "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS Ali Imran : 14)

Allah telah menjadikan indah bagi setiap manusia, dan wanita diciptakan dengan keindahan tiada bading untuk kemudian dapat saling mencintai dan membuat hati merasa nyaman ketika berada disamping hati orang yang dicintai.

Nikah bukanlah hanya tuntutan status ketika seseorang telah bertambah usianya, atau hanya penyaluran syahwat semata, akan tetapi dalam pernikahan terdapat tujuan-tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk saling mencintai, membentuk keluarga islami dengan asas kasih sayang, menciptakan sebuah generasi yang cerdas dan tangguh, dan untuk beribadah kepada Allah, karena nikah itu ibadah.

ingin menikah ibu tak merestui


Allah berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Artinya : "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS Al-Ankabut : 2)

Allah juga berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya : "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS Al-baqoroh : 186)

Juga berfirman :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

Artinya : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS Qaaf : 16)

Pada ayat pertama, Allah memastikan bahwa seorang yang beriman kepada-Nya tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa di uji. masalah demi masalah. musibah demi musibah akan selalu mewarnai hidupnya. berat ataupun ringan adalah sebuah ujian dari Allah.

Sikap pertama kita hendaklah kita mengetahui bahwa kita termasuk orang yang beriman dan sedang diuji. sikap kedua, seberat apapun ujian itu selalu ada jalan keluarnya. ketiga, kadar kesabaran adalah kunci dari keberhasilah seseorang atau kegagalannya dalam melalui permasalahan. keempat, kesabaran tidak ada batasannya. kelima, Allah tidak akan menjauh dari kita ketika kita tertimba musibah.

Jika anda yakin bahwa niat anda adalah baik, maka ketahuilah bahwa Allah tidak pernah menggagalkan niat tersebut ketika sungguh-sungguh dan selalu memohon kepada-Nya agar dipermudah jalan untuk menempuhnya. dan Allah selalu mengkabulkan doa seseorang yang ikhlas dalam doanya (selengkapnya silahkan baca Syarat terkabulnya doa).

Keberhasilan adalah ketika anda berusaha sungguh-sungguh dan menyerahkan hasil akhirnya kepada-Nya tanpa keraguan, juga anda tidak berburuk sangka atas hasil akhir yang telah dituliskan untuk anda.

Ketahuilah bahwa yang bisa merubah hati dan membolak-balikannya hanyalah Allah. karena itu Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- selalu berdoa :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ فَقَالَ لَهُ أَهْلُهُ أَوْ أَصْحَابِهِ: أَتَخَافُ عَلَيْنَا وَقَدْ آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ قَالَ: إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

Artinya : "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kuatkanlah hatiku atas agamamu. maka berkata keluarga dan para sahabat beliau : apakah engkau takut atas kami sedangkan kami telah beriman kepada engkau dan dengan apa-apa yang diturunkan kepada engkau? beliau menjawab : sesungguhnya setiap hati ada ditangan Allah, Dia membolak-balikkan."

Maka anda lihat bahwa hari ini seorang jahat dan besok bertaubat, atau sebalikkan. sekarang menolak dan besok menyetujuinya. maka tidak ada Dzat yang bisa membolak-balikkan hati kecuali Allah.

Berdoalah kepada Allah agar Allah membalikkan hati ibu anda agar merestui niat baik anda (Baca juga juga Adab-Adab Dalam Berdoa).

Jika anda selalu berdoa agar Allah membalikkan hati ibu anda, maka perbaiki terlebih dahulu sikap anda kepada ibu anda. selalu berkata lemah lembutlah kepadanya walaupun anda sedang bersitegang dengannya, karena dengan sikap lemah lembut anda dapat menjadikan orang lain lebih berpikir tentang diri anda dan kebaikan untuk anda. dan jika anda juga sama-sama keras kepala, maka lawan anda tidak akan lebih menghiraukan anda dan tidak lebih memikirkan anda. itulah sikap manusia.

Terakhir, janganlah buru-buru dalam bertindak. jangan juga panik atas setiap keputusan yang keluar dari ibu anda. tapi bersabarlah, berdoalah, dan tunggulah waktu yang tepat. dan ketahuilah, buru-buru tidak pernah mendatangkan kebaikan dan keberhasilan.

syarat wali

Para Ahli Fiqih telah menetapkan beberapa syarat menjadi wali nikah untuk perempuan. ada beberapa syarat yang telah disepakati oleh Fuqoha' dan sebagian masih diperselisihkan. Adapun 4 syarat yang disepakati adalah sebagai berikut :

1. Laki-laki

Maka tidaklah sah jika perempuan menikahkan perempuan yang lain. karena Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

لا تزوج المرأة ُ المرأةَ ، ولا تزوج المرأة نفسها ، فإن الزانية هي التي تزوج نفسها

Artinya : "Tidaklah seorang perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan tidaklah perempuan menikahkan dirinya sendiri. sesungguhnya wanita pezina adalah yang menikahkan dirinya sendiri." (HR Ibnu Majjah dan Ad-Daruquthni)

Ibnu Qudamah mengatakan dalam al-Mughni : (jenis kelamin) laki-laki adalah syarat menjadi wali berdasarkan kesepakatan semua ulama.

2. Islam

Syarat ini harus ada dalam diri seorang yang menjadi wali perempuan untuk menikahkannya. karena orang kafir tidak bisa menjadi wali bagi muslim, walaupun itu ayah kandungnya. Allah berfirman :

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Artinya : "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir atas orang-orang yang beriman." (QS An-Nisa : 141)

Ibnu Al-Mundzir berkata dalam al-Ijma' : Ulama sepakat bahwa seorang kafir tidak bisa menjadi wali bagi anak perempuannya yang muslimah.

3. Baligh

Tidaklah sah akad nikah yang mana anak kecil (belum baligh) yang menjadi wali karena ketidak mampuannya. ini adalah pendapat kebanyakan ulama diantaranya adalah Ats-Tsaury, Asy-Syafi'i, Ishaq, Ibnu Al-Mundzir, Abu Tsaur, dan salah satu riwayat dari Ahmad. dan dalam riwayat lain dari Ahmad mengatakan bahwa jika anak telah berumur 10 tahun maka dia bisa menikahkan, menikah dan mentalak. dan perkataan yang pertama (tidak sah anak kecil menjadi wali) adalah perkataan yang lebih kuat dan digunakan dalam fatwa-fatwa di madzhab hambali. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni : Anak kecil membutuhkan seorang wali (dalam berbagai hal) karena dia belum mumpuni. maka tidaklah bisa dia menjadi wali bagi orang lain.

4. Akal

Tidaklah sah akad nikah yang dilakukan oleh orang gila, yang hilang akalnya, dan orang yang mabuk. karena orang yang hilang akalnya tidak dapat mengurus dirinya sendiri, bagaimana dia dapat memberikan manfaat bagi orang lain?! dan termasuk dalam orang yang hilang akalnya adalah, akan kecil yang belum mumayyiz dan orang tua yang telah lemah akal/ingatannya (pikun).

memilih suami

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Memilih Suami / Istri Dengan CintaMencintai istri adalah suatu yang diwajibkan Allah atas suami. begitu juga mencintai istri. saling mencintai satu sama lain akan menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana yang banyak didambakan oleh semua pasangan suami istri. dan saling mencintai dengan dasar iman (karena perintah Allah) adalah kunci bahwa cinta ini tidak akan padam.
Lalu bagaimana dengan seorang yang akan menikah? bagaimana mencintai dan bagaimana dicintai? dan bagaimana cara memilih suami/istri juga dengan dasar iman? 

Cinta sejati adalah cinta seorang suami kepada istrinya dan cinta istri kepada suaminya.

Cinta sejati adalah cinta seorang suami kepada istrinya dan cinta istri kepada suaminya. seorang suami sadar akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin keluarga dan seorang istri sadar akan posisinya sebagai penanggung jawab rumah tangga adalah bukti cinta tersebut. dan bukan cinta seperti itu yang menjadi dasar seseorang yang akan menikah untuk memilih siapa pendamping hidupnya.

Adalah dengan cinta kepada Allah dan RosulNya yang menjadi dasar seorang yang ingin menikah. apa maksudnya? yaitu mempelajari kriteria yang Allah dan RosulNya sarankan dan memprakteknya ketika memilih calon istri/suami. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك

Artinya : "Wanita dinikahi karena 4 hal : hartanya, kemuliaannya, kecantikannya dan agamanya. maka pilihlah yang memilihi agama maka engkau akan beruntung." (HR Muslim)

Wanita yang paham agama akan mengetahui kewajiban-kewajibannya sebagai seorang istri dan sadar akan tanggung jawabnya. ini adalah hal yang paling utama. dan setelah itu baru memperhitungkan kecantikannya, hartanya dan kemuliaannya.

Bagi seorang wanita yang akan menikah, atau khususnya bagi walinya. untuk tidak menolak seseorang baik akhlaq dan agamanya yang datang melamarnya. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

إِذا خَطَبَ إِليكم من تَرضَون دينه وخُلُقَه فزوجّوه ، إِلا أن تفعلوا تكن فتنة في الأرض ، وفساد عريض

Artinya : "Jika datang kepada kalian seseorang yang engkau ridhoi agama dan akhlaqnya melamar (anak perempuan kalian) maka segera nikahkanlah (terima), jika tidak akan terjadi fitnah dibumi ini dan kerusakan yang besar." (HR At-Tirmidzi)

Melaksanakan apa yang Allah dan RosulNya perintahkan perihal adab-adab dan tata cara memilih suami/istri bagi orang yang ingin menikah dan meluruskan niatnya akan menuntun kita kepada cinta sejati dan akan menghindarkan kita dari mencintai karena nafsu dan dampak buruk panah setan. wallahu a'lam.

Rabu, 26 Oktober 2011

Indahnya Karunia Allah di Dalam Menikah

Islam adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sistem hidup dan sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia. Firman Allah Swt:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)
Islam merupakan agama fitrah. Artinya Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Di dalam Islam, kita tentunya mengenal fitrah kita sebagai makhluk hidup, yakni adanya potensi hidup berupa kebutuhan hidup/jasmani atau hajataul ‘udhuwiyah dan adanya naluri-naluri yang tak bisa di hilangkan, yakni pertamaadanya naluri untuk mensucikan sesuatu / Gharizah Taddayun, kedua Naluri untuk melestarikan jenis/Gharizah Nau’ dan yang ketiga adalah adanya Naluri untuk mempertahankan diri/Gharizah Baqa’.
Kesemua potensi-potensi hidup dia tas tidaklah bisa di hilangkan , namun hanya bisa dialihkan. Naluri beragama misalnya, tidak bisa dihilangkan, namun hanya bisa dialihkan, dari yang dasarnya adalah mengagungkan adanya sang pencipta namun mereka alihkan dengan mengagungkan system ideology komunisme mereka.
Pun juga dengan naluri-naluri yang lain. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang naluri untuk melestarikan keturunan atau yang biasa disebut dengan Gharizah Nau’.
Namun, penulis disini tidak membahas bagaimana memanfaatkan potensi itu secara umum, karena penulis yakin, telah banyak artikel dan tulisan sejenis yang membahas seputar tersebut di atas.
Gharizah Nau’
Sebagaimana yang telah di jelaskan sedikit di atas, gharizah an nau’ atau naluri untuk melestarikan keturunan ini merupakan satu diantara tiga fitrah manusia yang telah dibekali oleh Allah sang pencipta manusia di dunia ini.
Dan Allah sebagai pencipta pun telah menurukan seperangkat aturan bagi hamba-hambaNya untuk memenuhi gharizah an Nau’ tersebutdalam koridor syariah. Dan syariah Islam telah mensyariatkan hukum Sunnah bagi umatnya untuk menikah dalam rangka pemenuhan gharizah tersebut.
Terkait dengan hokum syariah Islam berupa sunnah ustadz Sarwat Lc menjelaskan bahwa para ahli fiqih punya istilah sunnah yang mereka definisikan dengan beberapa batasan.
Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa sunnah itu adalah sebuah perbuatan yang bila dikerjakan akan mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendatangkan dosa bagi pelakunya.Lihat kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah jilid 1 halaman 67, juga kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 70.
Sementara sebagian ahli fiqih lainnya membuat batasan bahwa sunnah adalah perbuatan yang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, namun tidak sampai menjadi kewajiban karena tidak ada dalil yang menunjukkan atas kewajibannya.Bisa kita baca dalam kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 80 dan 404.
Juga kitab Jawahirul Iklil jilid 1 halaman 73.Ulama lain mendefinisikan sebagai metode dalam beragam yang tidak sampai difardhukan atau diwajibkan. Lihat kitab Kasyful Asrar oleh Al-Bazdawi jilid-jilid halaman 302.
Kembali ke persoalan \menikah tadi, banyak sekali ayat-ayat di dalam al qur’an dan hadist yang mengupas seputar persoalan menikah ini. Diantara ayat-ayat al qur’an tersebut adalah sebagai berikut :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat 49)
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)
Adapun dari hadist, juga sangat banyak sekali anjuran tersebut, misalnya :
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat) dengan seorang perempuan, karena pihak ketiga adalah syaithan” (Al Hadits)
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)
“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti telah ditolong oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bertaqwa pada separuh yang lain” (Al Hadits)
“Jadilah istri yang terbaik. Sebaik-baiknya istri, apabila dipandang suaminya menyenangkan, bila diperintah ia taat, bila suami tidak ada, ia jaga harta suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al Hadits)
“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang” (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)
“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad)
“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)

“Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah sekilas tentang ayat-ayat Allah serta hadist-hadist yang menyinggung seputar pemenuhan gharizah an Nau’ di dalam Islam yakni dengan cara menikah.
Sesunguhnya, persoalan menikah ini bukan hanya sebatas itu saja. Banyak keutamaan yang bisa kita dapati dengan menikah.
  1. Berhak mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak : “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
  2. Membuka pintu Rezeki
    Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)
    Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Ada tiga hal bila orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).
    Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)
    Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).
  3. Pahala orang yang menikah itu lebih banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal.
    Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah)
  4. Berguguran dosa mereka ketika merengkuh tangan pasangannya
    Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a)
  5. Menggenapkan separuh agama Islam
    Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)
Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya adalah kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan cara menikah.” (Ihya Ulumuddin)
Abu Hatim mengatakan bahwa yang menegakkan agama seseorang umumnya ada pada kemaluan dan perutnya dan salah satunya tercukupkan dengan cara menikah, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah untuk yang keduanya.” (Faidhul Qodir juz VI hal 134)
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Sikap menahan diri yang paling Allah sukai adalah menjaga kemaluan dan perut.”
Semoga bermanfaat, bagi yang telah menikah agar semakin berpacu dengan waktu guna menjadikan keluarganya mejadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah, dan bagi yang belum menikah agar menjadi motivasi untuk menyegerakan hal tersebut.
Wallahu A’lam bis showab.
Adi Victoria
al_ikhwan1924@yahoo.com

Surat Untuk Calon Suamiku ^_^

Kepada Yth Calon Suamiku
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Apa kabarnya imanmu hari ini?
Sudahkah harimu ini diawali dengan syukur? karena dapat kembali menatap fananya hidup ini
Sudahkah air wudhu menyegarkan kembali ingatanmu? atas amanah yang saat ini tengah kau genggam
Wahai calon suamiku, tahukah engkau Allah sangat mencintaiku dengan dahsyatnya?
Di sini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi namun kini kurasakan diri ini lebih baik
Kadang aku bertanya-tanya kenapa Allah selalu mengujiku tepat di hatiku, bagian terapuh dari diriku. Namun kini kutahu jawabnya….
Allah tau dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa kembali mengingatNya, kembali mencintaiNya
Ujian demi ujian insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat kelak kita bertemu, kau bangga memiliki aku di hatimu
Calon suamiku….
Entah dimana dirimu sekarang, tapi aku yakin Allahpun mencintaimu sebagaimana Dia mencintaiku. Aku yakin Dia kini tengah melatihmu menjadi mujahid yang tangguh, hingga akupun bangga memilikimu kelak
Apa yang kuharapkan darimu adalah keshalihan. Semoga sama halnya dengan dirimu.
Karena apabila kecantikan yang kau harapkan dariku, maka hanya kesia-siaan dan kekecewaan yang akan kau dapati
Aku masih haus akan ilmu, namun berbekal ilmu yang ada saat ini aku berharap dapat menjadi istri yang mendapat keridhaan Allah dan dirimu, suamiku…
Wahai calon suamiku…
Saat aku mash menjadi asuhan ayah dan bundaku, tak lain doaku agar menjadi anak yang sholeha agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di akhirat kelak
Namun nanti setelah menjadi istrimu, aku berharap menjadi pendamping yang sholeha agar kelak di syurga cukup aku yang menjadi bidadarimu dan mendampingimu yang shaleh
Aku ini pencemburu berat, tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai, aku rela. Aku harap begitu pula dirimu
Aku yakin kaulah yang kubutuhkan meski mungkin bukan yang kuharapkan
Calon suamiku yang dirahmati Allah…
Apabila hanya sebuah gubuk menjadi perahu pernikahan kita, takkan kunamai dengan gubuk derita. Karena itulah markas da’wah kita dan akan menjadi indah ketika kita hiasi dengan cinta kasih
Ketika kelak telah lahir generasi penerus da’wah islam dari pernikahan kita, bantu aku untuk bersama mendidiknya dengan harta yang halal, dengan ilmu yang bermanfaat, terutama dengan menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada Allah ta’ala…
Bunga akan indah pada waktunya, yaitu ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini sebaik-baiknya. bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku…
Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik tapi setidaknya bisa menjadi yang terbaik di sisimu kelak…
Calon suamiku….
Inilah sekilas harapan, yang kuukirkan dalam rangkaian kata. seperti kata orang “tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata”. iitulah yang kini kuhadapi…
Kelak saat kita tengah bersama maka di situlah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku yang akan belajar memahamimu
Bersabarlah calon suamiku doaku selalu agar Allah memudahkan jalanmu untuk menjemputku sebagai bidadarimu…
by : Humaira Fii Hamra (dengan perubahan sedikit ^_^)

Bekal Utama Membangun Rumah Tangga Bahagia

1. Bekal Ilmu
2. Gemar Beramal
3. Ikhlas
4. Bersih Hati
Mari kita bahas masing – masing poin bekal tersebut
Bekal yg ke-1 ( Ilmu )
Faktor yg ke -1sebuah rumah tangga akan menjadi kokoh,kuat & mantap kalau suami-isteri sama-sama mencintai ILMU
Artinya jika ada yg bertanya, Mengapa Rumah tangganya terasa bgitu berat,bnyak kesulitan & tdk menemukan kedamaian? Jwbnya Krna Ilmu yg dimiliki tdk sebanding dg masalah yg dihadapi, jadi dari skrng perbanyak ILMUnya jgn sekedar ingin menikahnya Hayooo!, Semangat Trus ya.. Setuju yah
==
Bekal yg ke-2 ( gemar Beramal )
Setiap Ilmu tdk akan membrikan manfaatkecuali bila sudah terwujud dlm bentuk amal, Hidup bagakan gaung dipegunungan, Apa yg kmbli kpd kita trgantung dr apa yg kita bunyikan, Suami yg sibuk membhgiakan isteri lahir bathin,niscaya akan mndptkan balasan yg amat mngesankan dari sang isteri,dan sebaliknyamk rumahtangga akan barokah, setuju yah
==
Bekal ke 3 (ikhlas )
Sehebat apapun amal2 kita tidak akan bermanfaat dihadapan allah, kecuali dilakukan dengan ikhlas
Rumah tangga yang terus meningkatkan ketaatanya kpd Allah akan senantiasa dikarunia Oleh Allah Jalan Keluar atas segala Urusan dan masalah Kerumah tanggaan
Tuh Mulai sekarang belajar Ikhlas yahhh kan Mau Menikahhh yahhhh, Siap Menikah????
===
Bekal Terakhir ke -4 ( Bersih Hati )
Setiap masalah dlm Rumahtangga bisa menjadi rumit dan bisa menjdi sngat sederhana semuanya tergantung Kondisi Hati yg kita miliki, Oleh sebab itu Bersih Hati tidak bisa tdk akan mnjd senjata pamungkas dlm menyiasati serumit apapun mslh yg muncul dlm sebuah rumah tangga, Ayoo Sudah bersih belumm hati anda semua katanya mau Nikahhh, Masih Semangatkan Menikah???

Selasa, 25 Oktober 2011

Barangkali, Kitalah Penyebabnya


oleh Muhammad Fauzail Adhim

Menjelang tengah malam, seorang ikhwan mengirim SMS kepada saya. Dia seorang aktivis yang amat banyak menghabiskan waktunya untuk menyebarkan kebaikan. Bila berbicara dengannya, kesan yang tampak adalah semangat yang besar di dadannya untuk melakukan perbaikan. Kalau saat ini yang mampu dilakukan masih amat kecil, tak apa-apa. Sebab perubahan yang besar tak 'kan terjadi bila kita tidak mau memulai dari yang kecil. Tetapi kali ini, ia berkirim SMS bukan untuk berbagi semangat. Ia kirimkan SMS karena ingin meringankan beban yang hampir ada kerinduan yang semakin berambah untuk memiliki pendamping yang dapat menyayanginya sepenuh hati.

SMS ini mengingatkan saya pada beberapa kasus lainnya. Usia sudah melewati tiga puluh, tetapi belum juga ada tempat untuk menambatkan rindu. Seorang pria usia sekitar 40 tahun, memiliki karier yang cukup sukses, merasakan betapa sepinya hidup tanpa istri. Ingin menikah, tapi takut ! tak bisa mempergauli istrinya dengan baik. Sementara terus melajang merupakan siksaan yang nyaris tak dapat ditahan. Dulu ia ingin menikah, ketika keriernya belum seberapa. Tetapi niat itu dipendam dalam-dalam karena merasa belum mapan. Ia harus mengumpulkan dulu uang yang cukup banyak agar bisa menyenangkan istri. Ia lupa bahwa kebahagiaan itu letaknya pada jiwa yang lapang, hati yang tulus, niat yang bersih dan penerimaan yang hangat. Ia juga lupa bahwa jika ingin mendapatkan istri yang bersahaja dan menerima apa adanya, jalannya adalah dengan menata hati, memantapkan tujuan dan meluruskan niat. Bila engkau ingin mendapatkan suami yang bisa menjaga pandangan, tak bisa engkau meraihnya dengan, "Hai, cowok... Godain kita, dong. "

Saya teringat dengan sabda Nabi Saw. (tapi ini bukan tentang nikah). Beliau berkata, "Ruh itu seperti pasukan tentara yang berbaris." Bila bertemu dengan yang serupa dengannya, ia akan mudah mengenali, mudah juga bergabung dan bersatu. Ia tak bisa mendapatkan pendamping yang mencintaimu dengan sederhana, sementara engkau jadikan gemerlap kemapananmu sebagai pemikatnya? Bagaimana mungkin engkau jadikan gemerlap kemapananmu sebagai pemikatnya? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan suami yang menerimamu sepenuh hati dan tidak ada cinta di hatinya kecuali kepadamu; sementara engkau berusaha meraihnya dengan menawarkan kencan sebelum terikat oleh pernikahan? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan lelaki yang terjaga bila engkau mendekatinya dengan menggoda?

Di luar soal cara, kesulitan yang kita hadapi saat ingin meraih pernikahan yang diridhai tak jarang kerana kita sendiri mempersulitnya. Suatau saat seorang perempuan memerlukan perhatian dan kasih-sayang seorang suami, ia tidak mendapatkannya. Di saat ia merindukan hadirnya seorang anak yang ia kandung sendiri dengan rahimnya, tak ada suami yang menghampirinya. Padahal kecantikan telah ia miliki. Apalagi dengan penampilannya yang enak dipandang. Begitupun uang, tak ada lagi kekhawatiran pada dirinya. Jabatannya yang cukup mapan di perusahaan memungkinkan ia untuk membeli apa saja, kecuali kasih-sayang suami.

Kesempatan bukan tak pernah datang. Dulu, sudah beberapa kali ada yang mau serius dengannya, tetapi demi karir yang diimpikan, ia menolak semua ajakan serius. Kalau kemudian ada hubungan perasaan dengan seseorang, itu sebatas pacaran. Tak lebih. Sampai karier yang diimpikan tercapai; sampai ia tiba-tiba tersadar bahwa usianya sudah tidak terlalu muda lagi; sampai ia merasakan sepinya hidup tanpa suami, sementara orang-orang yang dulu bermaksud serius dengannya, sudah sibuk mengurusi anak-anak mereka. Sekarang, ketika kesadaran itu ada, mencari orang yang mau serius dengannya sangat sulit. Sama sulitnya menaklukkan hatinya ketika ia muda dulu.

Masih banyak cerita-cerita sedih semacam itu. Mereka menunda pernikahan di saat Allah memberi kemudahan. Mereka enggan melaksanakannya ketika Allah masih memberinya kesempatan karena alasan belum bisa menyelenggarakan walimah yang "wah". Mereka tetap mengelak, meski terus ada yang mendesak; baik lewat sindiran maupun dorongan yang terang-terangan. Meski ada kerinduan yang tak dapat diingkari, tetapi mereka menundanya karena masih ingin mengumpulkan biaya atau mengejar karier. Ada yang menampik "alasan karier" walau sebenarnya tak jauh berbeda. Seorang akhwat menunda nikah mesti ada yang mengkhitbah karena ingin meraih kesempatan kuliah S-2 ("Tahun depan kan belum tentu ada beasiswa"). Ia mendahulukan pra-sangka bahwa kesempatan kuliah S-2 tak akan datang dua kali, lalu mengorbankan pernikahan yang Rasullah Saw. Telah memperingatkan:

"Apabila datang kepadamu seorang laki-laki (untuk meminang) yang engkau ridha terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Bila tidak engkau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi." (HR. At-Ti! rmidzi dan Ahmad).

Saya tidak tahu apakah ini merupakan hukum sejarah yang digariskan oleh Allah. Ketika orang mempersulit apa yang dimudahkan oleh Allah, mereka akhirnya benar-benar mendapati keadaan yang sulit dan nyaris tak menemukan jalan keluarnya. Mereka menunda-nunda pernikahan tanpa ada alasan syar'i, dan akhirnya mereka benar-benar takut melangkah di saat hati sudah sangat menginginkannya. Atau ada yang sudah benar-benar gelisah, tetapi tak kunjung ada yang mau serius dengannya.

Kadangkala, lingkaran ketakutan itu terus belanjut. Bila di usia-usia dua puluh tahunan mereka menuda nikah karena takut dengan ekonominya yang belum mapan, di usia menjelang tiga puluh hingga sekitar tiga puluh lima berubah lagi masalahnya. Laki-laki sering mengalami sindrom kemapanan (meski wanita juga banyak yang demikian, terutama mendekati usia 30 tahun). Mereka menginginkan pendamping dengan kriteria yang sulit dipenuhi. Seperti hukum kategori, semakin banyak ! kriteria semakin sedikit yang masuk kategori. Begitu pula dengan kriteria tentang jodoh, ketika kita menetapkan kriteria yang terlalu banyak, akhirnya bahkan tidak ada yang sesuai dengan keinginan kita. Sementara wanita yang sudah berusia sekitar 35 tahun, masalah mereka bukan soal kriteria, tetapi soal apakah ada orang yang mau menikah dengannya. Ketika usia 40-an, ketakutan yang dialami oleh laki-laki sudah berbeda lagi, kecuali bagi mereka yang tetap terjaga hatinya. Jika sebelumnya, banyak kriteria yang dipasang, pada usia 40-an muncul ketakutan apakah dapat mendampingi istri dengan baik. Lebih lebih ketika usia sudah beranjak mendekati 50 tahun, ada ketakutan lain yang mencekam. Ada kekhawatiran jangan-jangan di saat anak masih kecil, ia sudah tak sanggup lagi mencari nafkah. Atau ketika masalah nafkah tak merisaukan (karena tabungan yang melimpah), jangan-jangan ia sudah mati ketika anak-anak masih perlu banyak dinasehati. Bila tak ada iman di hati, ketakutan ini akhi! rnya melahirkan keputus-asaan. Wallahu A'lam bishawab.

Ya... ya... ya..., kadang kita sendirilah penyebabnya, kita mempersulit apa yang telah Allah mudahkan, sehingga kita menghadapi kesulitan yang tak terbayangkan. Kita memperumit yang Ia sederhanakan, sehingga kita terbelit oleh kerumitan yang tak berujung. Kita menyombongkan atas apa yang tidak ada dalam kekuasaan kita, sehingga kita terpuruk dalam keluh-kesah yang berkepanjangan.

Maka, kalau kesulitan itu kita sendiri penyebabnya, beristighfarlah. Semoga Allah berkenan melapangkan jalan kita dan memudahkan urusan kita. Laa ilaaha illa Anta, subhanaKa inni kuntu minazh-zhalimin.

Berkenaan dengan sikap mempersulit, ada tingkat-tingkatannya. Seorang menolak untuk menikah boleh jadi karena matanya disilaukan oleh dunia, sementara agama ia tak mengerti. Belum sampai kepadanya pemahaman agama. Boleh jadi seorang menunda-nunda nikah karena yang datang kepadanya beda harakah, meskipun tak ada yang patut dicela dari agama dan akhlaknya. Boleh jadi ada di antara kita yang belum bisa meresapi keutamaan menyegerakan nikah, sehingga ia tak kunjung melakukannya. Boleh jadi pula ia sangat memahami benar pentingnya bersegera menikah, sudah ada kesiapan psikis maupun ilmu, telah datang kesempatan dari Allah, tetapi... sukunya berbeda, atau sebab-sebab lain yang sama sepelenya.

Ada Yang Tak Bisa Kita Ingkari

Kadang ada perasaan kepada seseorang. Seperti Mughits -seorang sahabat Nabi Saw.- kita selalu menguntit kemana pun Barirah melangkah. Mata kita mengawasi, hati kita mencari-cari dan telinga kita merasa indah setiap kali mendengar namanya. Perasaan itu begitu kuat bersemayan di dada. Bukan karena kita menenggelamkan diri dalam lautan perasaan, tetapi seperti kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengutip dari
Al-Mada'iny, "Andaikan orang yang jatuh cinta boleh memilih, tentu aku tidak akan memilih jatuh cinta."

Perasaan ini kadang mengganggu kita, sehingga tak sanggup berpikir jernih lagi. Kadang membuat kita banyak berharap, sehingga mengabaikan setiap kali ada yang mau serius. Kita sibuk menanti -kadang sampai membuat badan kita kurus kering- sampai batas waktu yang kita sendiri tak berani  menentukan. Kita merasa yakin bahwa dia jodoh kita, atau merasa bahwa jodoh kita harus dia, tetapi tak ada langkah-langkah pasti yang kita lakukan. Akibatnya, diri kita tersiksa oleh angan-angan.

Persoalannya, apakah yang mesti kita perbuat ketika rasa sayang itu ada? Inilah yang insya-Allah kita perbincangkan lebih mendalam pada makalah Masih Ada Tempat untuk Cinta. Selebihnya, kita cukupkan dulu pembicaraan itu sampai di sini.

Tuhan, Jangan Biarkan Aku Sendiri

Di atas semua itu, Allah bukakan pintu-pintu-Nya untuk kita. Ketuklah pertolongan-Nya dengan do'a. Di saat engkau merasa tak sanggup menanggung kesendirian, serulah Tuhanmu dengan penuh kesungguhan, "Tuhanku, jangan biarkan aku sendirian. Dan Engkau adalah sebaik-baik Warits." (QS. Al-Abiya': 89).

Rabbi, laa tadzarni fardan wa Anta khairul waritsin.

Ini sesungguhnya adalah do'a yang dipanjatkan oleh Nabi Zakariya untuk memohonketurunan kepada Allah Ta'ala. Ia memohon kepada Allah untuk menghapus kesendiriannya karena tak ada putra yang bisa menyejukkan mata.

Sebagaimana Nabi Zakariya, rasa sepi itu kita adukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla semoga Ia hadirkan bagi kita seorang pendamping yang menenteramkan jiwa dan membahagiakan hati. Kita memohon kepada-Nya pendamping yang baik dari sisi-Nya. Kita memasrahkan kepada-Nya apa yang terbaik untuk kita.

Kapan do'a itu kita panjatkan? Kapan saja kita merasa gelisah oleh rasa sepi yang mencekam. Panjatkan do'a itu di saat kita merasa amat membutuhkan hadirnya seorang pendampin; saat hati kita dicekam oleh kesedihan karena tidak adanya teman sejati atau ketika jiwa dipenuhi kerinduan untuk menimang buah hati yang lucu. Panjatkan pula do'a saat hati merasa dekat dengan-Nya; saat dalam perjalan ketika Allah jadikan do'a mustajabah; dan saat-saat mustajabah lainnya.

Minggu, 23 Oktober 2011

Filosofi Kelinci dan Kura-kura


Disuatu masa disuatu dimensi,kura-kura berdebat dengan kelinci mengenai siapa yang lebih cepat. Akhirnya mereka memutuskan untuk adu lari dan sepakat jalurnya. Kelinci melesat ninggalin kura-kura. Setelah tahu kura-kura tertinggal jauh di belakang, kelinci mutusin untuk beristirahat sejenak sebelum lanjut lagi, "Ah,gue istirahat dulu, ntar klo si kura- kura dah deket baru gue lari lagi.". Kelinci duduk di bawah pohon (ga di atas pohon karena kelinci ga bisa manjat) dan akhirnya tertidur pules. Kura-kura akhirnya melalui kelinci yang sedang tertidur dan memenangkan adu lari. Akhirnya kelinci pun terbangun dan menyadari dirinya telah kalah.

Moral : alon-alon asal kelakon yg akan berjaya

Karena malu dan kecewa yang mendalam, kelinci melakukan Antisipasi Kegagalan (Root Cause Analysis). Ia yakin bahwa kekalahannya hanya karena ia terlalu percaya diri, ceroboh dan lalai. "Klo kemaren gue ga macem2, ga mungkin gue kalah" pikir kelinci. Ditantangnya lg si kura-kura, "Hei kura-kura, sini loe... Gue ga trima loe menang kemaren, ayo kita lomba lagi, sekali ini pasti gue yang menang" . Si kura-kura nyante aja ngejawab, "hayyuukk, siapa takut?" Akhirnya dimulai lomba, dan dari awal lomba kelinci melesat meninggalkan kura-kura dan terus berlari hingga ke garis finish.beneran juga, kelinci yang menang.

Moral : Yang cepet dan konsisten selalu mengalahkan yg alon-alon asal kelakon .

Kura-kura panas, dan setelah dipikir-pikir baru nyadar klo dia ga bakalan bisa ngalahin kelinci dengan kondisi seperti itu. Ditantangnyalah kelinci adu lari lg ke suatu tempat. "Hei kelinci, ayo kita lomba lagi. Sekarang kita lewat jalan ini ke sana. Brani ga loe?" Ditantang seperti itu, kelinci langsung mau aja karna dah yakin dia yang bakalan menang, wong kemaren aja dia bisa menang. Lomba dimulai dan dengen kencangnya kelinci berlari meninggalkan kura- kura. "Yang penting gue jangan setop-setop, pasti gue menang." Pikir kelinci. Ndilalah, ternyata jalan di depan kelinci terhalang sungai. "Duh, gimana nih gue nyebrangin ni sungai? Gue ga bisa brenang lagi" termenung si kelinci mencari jalan menyebrangi sungai. Lama termenung, akhirnya kelinci melihat kura-kura dateng dan nyeburberenang di sungai, keluar lagi berjalan pelan menuju  garis finish. Terpaku kelinci melihat kemenangan si kura-kura.

Moral : ketahuilah...jikalau punya kemampuan dan ubah keadaan sesuai kemampuan yang kita punya


Ngeliat si kelinci terpaku sedih, kura-kura pun menghampirinya dan bilang,"dah, jangan sedih, besok kita ulangin lagi, tapi kita bareng- bareng." Esoknya, lomba dimulai lagi, tapi sekarang kelinci nggendong kura-kura sampe tepi sungai. Kemudian gantian kura-kura menggendong kelinci menyebrangi  sungai dilanjutkan kembali kelinci nggendong kura-kura sampe garis finish. Hasilnya mereka berdua lebih cepat sampai di garis finish.

Moral : pinter dan berkemampuan tapi ga bisa kerjasama bakalan percuma karena dengan kerjasama maka kekurangan akan dipenuhi oleh yg lainnya .

Hikmah :
1.         Yang cepat dan konsisten selalu mengalahkan yg alon-alon asal kelakon .
2.         Bekerjalah sesuai kemampuanmu .
3.         Kumpulkan sumber daya dan kerja sebagai tim selalu mengalahkan kelebihan pribadi
4.         Jangan menyerah bila gagal .
5.         Berlombalah dengan situasi, jangan dengan saingan.