Siang itu salah seorang istri
Rasulullah SAW menghadiahkan semangkok roti dicampur kuah kepada beliau.
Rasulullah SAW saat itu sedang di rumah Aisyah ra. Tanpa diduga, Aisyah
menepis tangan pembantu yang membawa mangkok berisi roti tersebut,
sehingga mangkok itupun jatuh dan pecah.
Melihat kejadian itu, Rasulullah SAW pun bergegas memunguti roti yang tumpah itu dan meletakkan kembali di atas mangkok yang lain seraya berkata: “Pergilah. Ibu kalian sedang cemburu.”
Suasana hati Aisyah mendadak berubah saat melihat istri Rasulullah SAW yang lain menghadiahi beliau semangkok roti kuah. Kaldu yang penuh rasa rindu itu seperti tersayat sembilu. Jiwanya yang penuh dengan cinta terluka. Rasa cemburu memenuhi ruang-ruang jiwa menepikan cinta. Sebagaimana manusia biasa, Aisyah tak kuasa membendungnya. Ia tak mampu menahan rasa cemburu yang mengalir deras menerpa jiwanya.
Cemburu yang mendera jiwa adalah fitrah. Cemburu bisa melanda jiwa semua manusia. Ia tak bisa dihilangkan termasuk oleh wanita mulia sekelas Aisyah sekalipun.
Cemburu biasanya bermula dari cinta yang membara. Bila dikelola dengan baik, cemburu bisa menyebabkan cinta terus menyala. Cemburu membuat kita dapat merasakan indahnya cinta. Karena cemburu adalah tanda cinta. Cinta sejati selalu membuat pemiliknya tak rela belahan jiwanya bergerak ke lain hati. Demikian pula dengan cinta milik wanita. Bahkan wanita senantiasa menginginkan cinta yang utuh. Wanita selalu mengharap cinta yang tanpa sisa.
Hati ibunda Sarah pun pernah didera rasa cemburu. Setelah sekian tahun merajut cinta, nabi Ibrahim as dan ibunda Sarah tak kunjung dikaruniai buah hati. Karena itu ibunda Sarah meminta sang belahan hati untuk melabuhkan cintanya pada jiwa dan raga Hajar, budak setia mereka berdua. Namun saat Hajar melahirkan buah cinta untuk nabi Ibrahim, rasa cemburu menyeruak masuk ke dalam hati ibunda Sarah. Sehingga walau ia yang menghadiahkan Hajar untuk sang suami tercinta, Sarah tak kuasa membendung rasa cemburu yang menerpa jiwanya. Sarah tak rela nabi Ibrahim as berbagi cinta di hadapan jiwanya. Karenanya nabi Ibrahim as kemudian memindahkan Hajar ke Mekkah.
Hati dan jiwa lelaki pun tak suci dari rasa cemburu. Bahkan rasa cemburu adalah ciri cinta milik pria sejati. Lelaki sejati akan senantiasa memendarkan cahaya cinta yang menerangi pelabuhan cintanya hingga tak akan pernah menerima bahtera cinta yang lain. Ia akan selalu menjadi sandaran hati sang istri hingga tidak akan pernah ada sisa cinta untuk laki-laki yang lain. Karenanya rasa cemburu akan segera memenuhi relung-relung hatinya saat ia merasa ada yang mengusik belahan jiwanya.
Rasa cemburu yang menderu itulah yang menyebabkan Umar bin Khatab ra tak berkenan istrinya shalat berjamaah di masjid. Hatinya tak kuasa melihat lelaki lain memandang wanita yang dicintainya itu. Melihat masam sang suami, istri mulia itu pun berkata, “Kalau engkau tak berkenan aku shalat berjamaah di masjid, aku tidak akan melakukannya lagi.” Namun Umar terdiam seribu bahasa karena ia mengetahui bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menghalangi hamba-hamba Allah yang wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah.”
Mengingat rasa cemburu adalah salah satu tabiat kemanusiaan kita, ia tidak akan bisa dihilangkan dari dalam jiwa kita. Kita tak mungkin menghapusnya dari dalam hati kita. Dengan demikian kita harus mengelolanya. Kita harus menjadikan rasa cemburu itu menyebabkan cinta kita kepada belahan jiwa kita terus menyala-nyala. Rasa cemburu itu harus mampu membuat kita merasakan indahnya bercinta dengan kekasih kita. Belahan hati kita harus mengerti bahwa kecemburuan kita padanya adalah bukti cinta sejati kita kepada dirinya.
Melihat kejadian itu, Rasulullah SAW pun bergegas memunguti roti yang tumpah itu dan meletakkan kembali di atas mangkok yang lain seraya berkata: “Pergilah. Ibu kalian sedang cemburu.”
Suasana hati Aisyah mendadak berubah saat melihat istri Rasulullah SAW yang lain menghadiahi beliau semangkok roti kuah. Kaldu yang penuh rasa rindu itu seperti tersayat sembilu. Jiwanya yang penuh dengan cinta terluka. Rasa cemburu memenuhi ruang-ruang jiwa menepikan cinta. Sebagaimana manusia biasa, Aisyah tak kuasa membendungnya. Ia tak mampu menahan rasa cemburu yang mengalir deras menerpa jiwanya.
Cemburu yang mendera jiwa adalah fitrah. Cemburu bisa melanda jiwa semua manusia. Ia tak bisa dihilangkan termasuk oleh wanita mulia sekelas Aisyah sekalipun.
Cemburu biasanya bermula dari cinta yang membara. Bila dikelola dengan baik, cemburu bisa menyebabkan cinta terus menyala. Cemburu membuat kita dapat merasakan indahnya cinta. Karena cemburu adalah tanda cinta. Cinta sejati selalu membuat pemiliknya tak rela belahan jiwanya bergerak ke lain hati. Demikian pula dengan cinta milik wanita. Bahkan wanita senantiasa menginginkan cinta yang utuh. Wanita selalu mengharap cinta yang tanpa sisa.
Hati ibunda Sarah pun pernah didera rasa cemburu. Setelah sekian tahun merajut cinta, nabi Ibrahim as dan ibunda Sarah tak kunjung dikaruniai buah hati. Karena itu ibunda Sarah meminta sang belahan hati untuk melabuhkan cintanya pada jiwa dan raga Hajar, budak setia mereka berdua. Namun saat Hajar melahirkan buah cinta untuk nabi Ibrahim, rasa cemburu menyeruak masuk ke dalam hati ibunda Sarah. Sehingga walau ia yang menghadiahkan Hajar untuk sang suami tercinta, Sarah tak kuasa membendung rasa cemburu yang menerpa jiwanya. Sarah tak rela nabi Ibrahim as berbagi cinta di hadapan jiwanya. Karenanya nabi Ibrahim as kemudian memindahkan Hajar ke Mekkah.
Hati dan jiwa lelaki pun tak suci dari rasa cemburu. Bahkan rasa cemburu adalah ciri cinta milik pria sejati. Lelaki sejati akan senantiasa memendarkan cahaya cinta yang menerangi pelabuhan cintanya hingga tak akan pernah menerima bahtera cinta yang lain. Ia akan selalu menjadi sandaran hati sang istri hingga tidak akan pernah ada sisa cinta untuk laki-laki yang lain. Karenanya rasa cemburu akan segera memenuhi relung-relung hatinya saat ia merasa ada yang mengusik belahan jiwanya.
Rasa cemburu yang menderu itulah yang menyebabkan Umar bin Khatab ra tak berkenan istrinya shalat berjamaah di masjid. Hatinya tak kuasa melihat lelaki lain memandang wanita yang dicintainya itu. Melihat masam sang suami, istri mulia itu pun berkata, “Kalau engkau tak berkenan aku shalat berjamaah di masjid, aku tidak akan melakukannya lagi.” Namun Umar terdiam seribu bahasa karena ia mengetahui bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menghalangi hamba-hamba Allah yang wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah.”
Mengingat rasa cemburu adalah salah satu tabiat kemanusiaan kita, ia tidak akan bisa dihilangkan dari dalam jiwa kita. Kita tak mungkin menghapusnya dari dalam hati kita. Dengan demikian kita harus mengelolanya. Kita harus menjadikan rasa cemburu itu menyebabkan cinta kita kepada belahan jiwa kita terus menyala-nyala. Rasa cemburu itu harus mampu membuat kita merasakan indahnya bercinta dengan kekasih kita. Belahan hati kita harus mengerti bahwa kecemburuan kita padanya adalah bukti cinta sejati kita kepada dirinya.
Penulis : H. Hamy Wahjunianto, drh, MM.