Namun,disisi lain, ada sebuah kenyataan yang sangat disayangkan sekali yaitu ketika keinginan tersebut berlanjut menjadi sebuah tuntutan yang memberatkan atau bahkan sampai menyulitkan para suami. Pengorbanan suami menjadi sesuatu yang kurang dihargai. tiada kata terimakasih, yang ada malah selalu kalimat dan keluhan tentang kurang dan selalu kurang. Sampai akhirnya, suami hanya menjadi proyek korban dari ambisi sang istri, MasyaAllah.
...Memanglah mendapatkan pengayoman dan nafkah dari suami adalah kesempatan dan hak para istri. Namun bukan berarti hal tersebut adalah peluang untuk menyusahkan mereka...Kesempatan bukan berarti memanfaatkan, dan memanfaatkan bukan berarti tidak pengertian. Memanglah mendapatkan pengayoman dan nafkah dari suami adalah kesempatan dan hak para istri. Namun bukan berarti hal tersebut adalah peluang untuk menyusahkan mereka. Jangan biarkan batin mereka berkata, "Mengapa hari- hariku hanya habis untuk mencari uang sebagai pemenuhan dari tuntutan yang berlebihan dari istriku". Betapa menyakitkan jika keadaan kita tersebut dikembalikan pada kita. Betapapun memang pemenuhan nafkah adalah tanggung jawab mereka, betapapun kuat dan tangguhnya fisik dan batin para suami tersebut, namun mereka tetaplah manusia yang membutuhkan istirahat, dihargai dan dibahagiakan atas semua jerih payah mereka. Maka bahagiakan mereka dengan limpahan rasa syukur seorang istri. Syukur bukan berarti membiarkan tidak terpenuhi dan menerima semua keadaan dengan hanya berserah diri. Bersyukur berarti menerima dengan penuh terimakasih dan menunjukkan kesungguhan diri serta kesabaran dalam memanfaatkan dan mengolah pemberian itu.
Belajar menerima dengan senyum tentang nafkah berapapun yanng Diberikan suami adalah memang pembelajaran yang sangat sulit. Mengingat sebagai "manager keuangan", sang istri kadang kala terbentur dengan keadaan yang terdesak karena kurangnya jumlah yang diberikan suami. Sedangkan sebagian sikap dari para "oknum" suami, merasa ogah- ogahan dengan semua permasalahan itu dan menyerahkan tugas pengaturan hanya kepada istri. Kalau sudah begini, kadangkala konflik menjadi jalan penyelesaian.
...Yakinlah, bahwa sang suamipun sebenarnya tidak sampai hati saat melihat kekurangan yang ada pada keluarganya, namun keterbatasan mereka sebagai manusia tidak banyak memberikan mereka kesempatan untuk bisa berbuat lebih...Meletakkan ego atas tugas dan kewajiban masing- masing demi kerukunan sebuah rumah juga bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Pikiran sehat yang dikedepankan disaat emosi memuncak, juga bukan tindakan yang sepele untuk dilaksanakan, namun satu hal yang harus kita ingat, suami istri adalah partner seumur hidup dalam kerjasama. Dan kerjasama yang baik adalah tentang diskusi dan komunikasi. dan tetap pada akhirnya keluasan dan kesabaran hati sang istri adalah pengobat dari kesusahan suami. Yakinlah, bahwa sang suamipun sebenarnya tidak sampai hati saat melihat kekurangan yang ada pada keluarganya, namun keterbatasan mereka sebagai manusia tidak banyak memberikan mereka kesempatan untuk bisa berbuat lebih. Dan ketika mereka diberi kesempatan Allah untuk mendapat rejeki yang lebih banyak, insyaallah jika mereka tergolong suami yang baik, maka mereka akan selalu mendahulukan kepentingan keluarga bahkan diatas segala kesukaan mereka sendiri.
(syahidah)