Benci dan cinta, selalu ada dalam hati manusia. Adalah fitrah, bila manusia
mencintai sesuatu yang menyenangkan hatinya, dan membenci segala yang
menyusahkannya. Yang harus diperhatikan, seorang muslim hendaknya
selalu menimbang rasa benci dan cintanya, berdasarkan syariat Allah l.
Ia harus mencintai apa yang dicintai-Nya, dan membenci apa yang dibenci
oleh-Nya. “TERJALNYA” JALAN KE SURGA
Surga adalah impian dan cita-cita tertinggi setiap mukmin. Namun,
untuk menuju ke sana, seseorang harus melalui berbagai ujian dan
rintangan. Sebaik-baik bekal yang mesti dibawa adalah takwa. Yaitu
menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Itulah yang
berat, dan membuat jalan ke surga menjadi “terjal” atau sulit dilalui.
Hanya orang-orang yang terpilih dan mendapat hidayah-Nyalah yang akan
berhasil melaluinya.
Setiap orang akan mendapatkan ujian sesuai dengan kadar keimanannya.
Semakin tinggi imannya, semakin berat pula ujiannya. Rasulullah n pada
permulaan dakwahnya, banyak menghadapi celaan, caci-maki, hinaan,
bahkan tindakan kasar dan keji dari kaumnya. Namun beliau tetap
bersabar. Ketika pamannya, Abu Thalib meminta beliau untuk menghentikan
dakwahnya, beliau menjawab, “Wahai pamanku, meskipun matahari
diletakkan di tangan kananku, dan rembulan di tangan kiriku, aku tak
akan menghentikan dakwahku, hingga maut menjemput diriku.” Itulah bukti
cinta Rasulullah n kepada Allah l, sekaligus kepada kaumnya.
Sesungguhnya, Rasulullah n sangat menyayangi pamannya itu. Namun,
ketika pamannya memerintahkan suatu perkara yang bertentangan dengan
perintah Allah l, beliau dengan tegas menolaknya. Kemudian, setelah
Islam berkembang pesat dan mengalami kejayaannya, Rasulullah n tidaklah
sombong dan menepuk dada.
Beliau n juga tetap amanah dan hidup sederhana, meski ada kesempatan
untuk bermewah-mewah. Beliau tetap tawadhu’, dan memperbanyak amal
ibadah. Shalat malam, puasa sunnah, memperbanyak dzikir dan istighfar,
itu adalah “makanan” sehari-harinya, yang diteladani oleh para
sahabatnya yang mulia. Semua itu tetap beliau dan para sahabatnya
lakukan, meski di antara mereka sudah dijamin surga! Itulah wujud cinta
dan tanda syukur mereka kepada-Nya. Hati mereka sudah dipenuhi dengan
keagungan nama-Nya.
Jiwa mereka sangat merindukan untuk dekat dengan-Nya. Kini,
bagaimanakah dengan kita? Sampai di mana usaha kita untuk dapat meraih
surga-Nya? Kesibukan dunia, ternyata telah banyak melalaikan kita
dari-Nya. Shalat yang lima waktu saja sering terlambat, bahkan kadang
terlewatkan (na’udzubillaah).
Shalat malam? Jangankan bangun untuk mengambil air wudhu kemudian
shalat di pertengahan malam. Saat adzan subuh pun, kadang masih malas
untuk bangun. Lebih nikmat berselimut dan memeluk bantal, daripada
memenuhi panggilan-Nya. Astaghfirullaah.
“MULUSNYA” JALAN KE NERAKA
Dalam kamus setan, tak dikenal kata menyerah dan putus asa, selama
itu demi menyukseskan misi abadinya, untuk menyesatkan manusia: ke
neraka. Sejauh mungkin, dengan apa pun caranya, bagaimana pun
bentuknya, serta kapan pun waktunya.
Setan akan senang sekali, bila melihat manusia memilih jalan ke
neraka. Ia juga akan membantu manusia untuk melaluinya, serta menghiasi
berbagai sarana yang menjadikan manusia tertarik padanya. Beberapa
jalan setan untuk menjebak manusia di antaranya:
- Indahnya syahwat
Nafsu syahwat senantiasa ada dalam diri manusia. Terkadang ia
bergejolak dan menggelegak, menghentak-hentak, minta segera disalurkan.
Allah l telah memberi solusi penyaluran syahwat ini melalui pernikahan,
dengan segala hikmahnya yang agung.
Namun, setan pun memberi solusi dengan berbagai cara lain yang sudah
pasti haram, meski banyak manusia menyukainya. Misalnya dengan pacaran
yang dilanjutkan dengan hubungan di luar nikah, berselingkuh dengan
PIL, WIL atau PSK.
Cara ini, bagi sebagian orang justru lebih nikmat dan disukai.
Adakalanya mereka lebih mencintai pasangan selingkuhnya, daripada
pasangan sahnya. Jelas, yang seperti ini sangat tercela dan berdosa.
- Nikmatnya narkoba
Narkoba, dengan segala bentuknya, juga merupakan perangkap setan
yang tampak indah dan nikmat, dalam pandangan sebagian orang. Bagaimana
tidak? Dengan mengonsumsinya, seseorang bisa seolah “terbebas” dari
segala macam keruwetan dan masalah kehidupan.
Seseorang bisa melepaskan segala stres dan kepenatan, juga
kejenuhan. Karena narkoba akan membawanya terbang ke awang-awang…jiwa
terasa bebas dan segala beban pun lepas…. Namun…itu hanya terjadi
sesaat saja. Setelah itu, seluruh tubuh akan terasa sakit dan ngilu,
karena narkoba telah merusak berbagai organ vital di dalamnya. Efek
ketagihan pun menyertai. Rasa sakit tak akan reda bila pengonsumsian
dihentikan….
- Harta yang menggoda
Hampir setiap manusia mencintai harta. Allah l telah memberikan
rambu-rambu pada manusia untuk memperolehnya. Di antaranya dengan
ayat-ayat yang menjelaskan halalnya jual beli dan haramnya riba. Juga
dengan ayat yang menjelaskan keharaman memperoleh harta dengan
menzhalimi orang lain.
Sayang, meskipun rambu-rambu itu begitu jelas dan tegas, masih
banyak manusia yang “tertarik” untuk melanggarnya. Praktik riba,
merebak di mana-mana. Korupsi, sudah menjadi tradisi sebagian
masyarakat negeri ini. Pencurian, perampokan, dan berbagai tindak
kriminal lainnya frekuensinya kian meningkat tajam. Semua itu adalah
pertanda, bahwa banyak manusia telah “kehilangan” hati nuraninya.
Mereka tak merasa bersalah sedikit pun, atau merasa sayang dan kasihan
kepada orang-orang yang mereka aniaya. Hukum rimba telah berlaku di
alam manusia.
- Kesombongan yang tak terasa
Sikap sombong dan membanggakan diri, terkadang juga menghinggapi
jiwa manusia, baik disadari atau tidak. Orang yang sombong, hanya
mencintai dan mau bergaul dengan orang-orang yang dipandang “sederajat”
dengannya. Bila ia kaya dan berpangkat, ia enggan bergaul dengan
orang-orang miskin, yang tidak sederajat dengannya. Tak jarang, mereka
bersikap tidak pantas kepada orang-orang yang dianggap rendah. Mereka
juga merasa berat, untuk mengeluarkan zakat.
Hendaknya, kita senantiasa berusaha menjauhi sikap sombong ini,
sekecil apa pun, karena Rasulullah n bersabda, “Kelak akan menimpa
umatku penyakit umat-umat terdahulu yaitu penyakit sombong, kufur
nikmat dan lupa daratan dalam memperoleh kenikmatan. Mereka berlomba
mengumpulkan harta dan bermegah-megahan dengan harta. Mereka terjerumus
dalam jurang kesenangan dunia, saling bermusuhan dan saling iri,
dengki, dan dendam sehingga mereka melakukan kezhaliman (melampaui
batas).” (Riwayat al-Hakim)
- Memandang bid’ah sebagai kebajikan
Di antara kita, banyak pula yang sangat mencintai amalan-amalan yang
dipandang sebagai kebajikan, padahal kenyataannya adalah kebid’ahan. Di
antaranya adalah tahlilan dan yasinan setelah kematian seseorang. Atau
memperingati kelahiran (maulid) maupun kematian (khaul) seseorang yang
dipandang sebagai orang shalih.
Sungguh, bila yang seperti itu adalah kebajikan dan suatu yang perlu
dilestarikan, maka Rasulullah n dan para sahabatnya adalah generasi
pertama yang akan melakukannya.
MEWUJUDKAN CINTA PADA SESAMA
Setelah mengetahui lika-liku jalan ke surga dan tipu daya jalan ke
neraka, maka seorang mukmin harus selalu mengupayakan dirinya untuk
meniti jalan menuju surga, dan mengajak orang-orang terdekatnya untuk
berbekal dengan takwa.
Setiap mukmin, tentu mencintai keluarganya. Setiap kita yang
mencintai keluarga, tentu tak akan rela bila di antara mereka masuk
neraka. Karena itulah, demi cinta kita, kita harus melaksanakan
perintah Allah l,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Kepada mereka, yaitu suami atau istri kita, orangtua serta anak-anak
kita, kita harus berusaha melakukan amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak
pada kebajikan dan mencegah kemungkaran), semampu kita. Bagaimana kalau
mereka melakukan kemaksiatan? Kita harus berusaha menasihatinya,
diiringi dengan doa, agar Allah l menyadarkan dan memberi hidayah
kepada mereka.
Dalam lingkup yang lebih luas, cinta pada sesama harus kita wujudkan
pula dengan beramar ma’ruf nahi mungkar di lingkungan terdekat kita,
yaitu tetangga dan sanak famili.
YANG MESTI KITA BENCI
Segala jalan ke neraka, itulah yang selayaknya kita benci dan jauhi.
Demikian pula dengan orang-orang kafir serta orang yang suka menentang
kebenaran risalah yang dibawa Rasulullah n, hendaknya kita tidak
menjadikan mereka sebagai teman dekat.
Allah l berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan
musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal
sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu…” (Al-Mumtahanah: 1)
Semoga kita tidak akan salah lagi dalam menempatkan benci dan
cinta….Kita benci apa yang dibenci-Nya, dan kita cintai apa yang
dicintai-Nya